Pages

Jumat, 23 Oktober 2015

Hitam dan Abu-abu

Story by: Farra Amalia
XI_IIS 1

A simple complication, a miscommunication, leads to a fallout…
Awalnya semua terlihat baik baik saja, tapi segalanya berubah sejak hari itu….
Aku bersahabat dengan Aldi. Yah, walaupun sudah menjadi rahasia umum kelas bahwa sebenarnya kami bukan sekedar sahabat. Maksudku, aku menyukainya, sangat. Dan aku tahu diapun begitu.
Hmm, mulanya aku dekat dengannya karena guru yang sama-sama kami benci memasukkan kami dalam satu grup, yaitu aku, Aldi, Rere, Tasya, Ardya, dan Mimi. Karena tugas kelompok ini butuh waktu yang cukup lama, tentu saja aku sering menghabiskan waktu bersamanya. Padahal aku hanya sering memperhatikannya, lama-kelamaan perasaan itu tumbuh. Dan tanpa kuduga, perasaanku semakin bertambah seiring berjalannya waktu.

Fidelis


Story by: Safira Nurmalitasari
XI-IIS 1

Jujur,aku sedang tidak ingin diganggu oleh siapa pun. Aku pun tetap memandang lurus kearah taman kota.

“Don’t you remember ?” Sekali lagi orang itu membawaku pada sebuah kenyataan bahwa aku harus mengetahui siapakah dia.
“You…? “ hatiku bagaikan tersengat ribuan lebah entah bagaimana rasanya.

“May I sit beside you? “ tanyanya .
Aku segera bangkit dan pergi meninggalkannya . Ya untuk apa dia kemari . Bukankah luka telah membawanya pergi ?

Aku segera berlari meninggalkannya . Aku tidak siap.Tidak siap untuk menerima kenyataan .
Mungkin orang mengira aku bodoh . Tapi aku tidak pernah merasa sedemikian bodoh tentang perasaanku.

Kamis, 22 Oktober 2015

Apa Maksudmu?


Story by: Sekarmastuti Aureldina Putri
XI IIS 1

Ini bukan pertama kalinya aku merasakan hal seperti ini. Dingin, ketakutan, semua gelap. Tak ada jalan keluar. Aku berteriak. Percuma, tak ada yang mendengar. Sepi, seberkas cahayapun tak ada. Berlari tak bisa. Sungguh ketakutan yang sangat mendalam.
“Flo, bangun! Di sekolah, lagi pelajaran, kok sempet-sempetnya tidur. Keringet semua lagi.” seru Gaby, teman sebangkuku.
“Gila. Barusan aku mimpi buruk. Serius deh.”
“Lebay. Siang bolong mimpi buruk. Makannya jangan galau terus.”
“Ah bodo amat. Aku cuci muka dulu, ah!”
Aku segera ijin ke toilet untuk menyegarkan wajahku setelah ketiduran di dalam kelas. Saat aku berjalan menuju toilet aku bertemu Leo, aku segera berusaha menghindar. Dia memang pacarku, namun kita sedang mengalami konflik yang entah bagaimana akan selesai. Aku tidak menatapnya sedetikpun, begitu juga dia. Hubungan kita ini hanya menggantung, entah harus diperbaiki atau justru diakhiri.
~

The Notebook

Story by: Tama Eggy
XI-IIS 1

Apakah kamu pernah berpikir soal takdir? Seolah-olah kamu merasa bahwa kamu harus melakukan sesuatu? Mesipun hal itu terlihat mustahil, atau jauh di luar kebiasaan kita? Aku pernah mengalami kejadian seperti itu. Maukah kamu mendengar kisahku?
20 Desember
Hari ini hari terakhir sekolah sebelum libur Natal. Murid-murid lain sudah pulang, jadi tinggal aku sendiri di kelas. Tadi aku membantu anak-anak OSIS beres-beres lapangan sehabis class meeting. Entah bagaimana aku berhasil dibujuk oleh temanku, Melinda, sang wakil ketua OSIS, untuk membantunya
Nah, balik lagi ke topik yang tadi. Saat itu aku sedang bersiap-siap untuk pulang, ketika aku melihat sebuah buku tulis tergeletak di atas meja.Aku tidak tahu kenapa buku tulis itu dapat menarik perhatianku. Pertama-tama, buku tulis itu hanya sebuah buku tulis murahan yang bisa dibeli di koperasi sekolah dengan harga tiga ribuan. Buku itu dilapisi sampul kertas cokelat polos. Tidak ada apapun di bagian luar buku itu yang dapat memberitahuku siapa pemiliknya.
Karena ingin tahu, kubuka buku itu. Betapa terkejutnya ketika melihat bahwa buku itu ternyata adalah sebuah buku harian. Kenapa ada orang yang meninggalkannya di sini? Kan, salah-salah aibnya bisa bisa ketahuan semua tuh.
Terlintas di benakku untuk membawanya pulang, jadi setidaknya nggak bakalan dibaca sembarang orang. Namun aku tidak merasa terlalu enak dengan pilihan itu, mungkin karena ini barang milik orang itu pribadi dan bukan untuk dilihat orang lain. Lalu terpikir olehku untuk menaruhnya di lemari kelas, setidaknya supaya buku ini aman. Namun si pemilik mungkin akan menghadapi kesulitan dalam menemukannya kembali. Atau lebih parah lagi, bisa-bisa ada orang lain yang mengambilnya. Pada akhirnya, kuputuskan untuk membawanya pulang. Entah kenapa…

Escape


Story by: Faradilla Amrina Rosyada 
XI IIS 1

Aku tak tau berapa lama bisa bertahan dalam keadaan ambigu ini. Setiap keputusan menimbulkan luka, setiap tatapan menyiratkan rasa bersalah.
Sudah hampir sepuluh bulan, tatapku pada kalender di atas meja. Dia diam saja. Tapi aku juga tak butuh jawaban. Pikiranku kembali melayang, Sean cowok yang sudah lama berpacaran denganku. Entah bagaimana, disadari atau tidak aku mulai jengah. Hubungan kami baik-baik saja. Bahkan sangat baik-baik saja hingga aku merasa bosan. Tak ada yang perlu dipikirkan sampai aku harus mencari hal-hal lain untuk dipikirkan. Yang bagaimanapun tak mengusir kebosanan. Dan Re, dia …

Bulan dan Bintang


Story by: Fiola Nabila Yasmin
XI-IIS 1

            “Tempat apa ini? Aku tidak kenal tempat ini.” Kata Bulan sembari menyusuri lorong utama di gedung itu. Gedung yang nampaknya sudah lama terbengkalai. Gedung yang jelas sekali tidak berpenghuni. Tiba-tiba, saat melewati sebuah ruangan luas di sisi kanan lorong, langkahnya terhenti. “Tunggu, siapa gadis itu?” Batin Bulan. “Di tempat sepi seperti ini mana mungkin ada seorang gadis duduk sendiri tanpa ada orang lain” Bisik Bulan, berharap tidak ada seorangpun yang mendengar apa yang dikatakannya. “Pasti ada yang tidak beres.” Bulan pergi meninggalkan lorong itu, bukannya tidak penasaran, tetapi ia lebih memilih untuk melihat – lihat lagi isi gedung itu, siapa tahu saja di ruangan lain ia bisa mendapat jawaban atas apa yang dilihat nya di ruangan itu.
            Nampaknya keberutungan memang sedang tidak memihak padanya, Bulan tidak mendapat jawaban apa-apa. Bulan berpikir sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk keluar dari gedung itu saat ia mendengar suara seorang pria. Tidak jelas apa yang dikatakan pria itu. “Sebaiknya aku menjauh dari tempat ini.” Batin Bulan. Tak lama kemudian. “Tunggu! Berhenti di situ!” Pikiran Bulan kalut, kini yang ada dalam benaknya hanyalah ketakutan. “Bagaimana ini, bagaimana jika lelaki itu adalah orang jahat? Bagaimana jika lelaki itu ingin membunuhku karna ia berpikir aku mendengarkan apa yang dikatakannya? Aku ingin pulang saja.” Ujar Bulan lirih. Sedetik kemudian Bulan memberanikan diri untuk membalikkan badan.

Senja di Sudut Hening

Story by: Annisa Ayusaleha
XI-IIS 1

Aku berjalan lurus menatap senja. Hati ku kian hancur. Ku mencari cara hingga ku mendapati mata itu. Tersenyum dan tertawa jika senja menyapa. Selalu saja kudapati senyum itu jika ku berjalan mundur menuju sudut-sudut sepi.
Tapi aku tak perduli dengan senyuman itu. Aku ingin kembali ke kehidupan yang dahulu tanpa ada penghalang besi-besi tua ini. Tempat ini begitu bau dan kotor. Aku tak menyukainya. Sipir-sipir itu dengan gagahnya berjalan mengintari jeruji besi tua dengan garangnya. Penglihatan mereka seperti ingin memakan penghuni-penghuni di hotel prodeo ini.
Di antara sekian banyaknya mereka tak ada satu pun yang perduli dengan ku. Apakah karena kulitku yang hitam mengkilat sehingga mereka tak mau berteman denganku. Tapi semakin ku diam mereka semakin tak perduli padaku.
Disana, rupanya disana ada seseorang yang sejak tadi memperhatikan gerak gerik ku, ingin ku menghampirinya tapi ku takut dia seperti mereka. Dengan ragu-ragu ku mendekati wanita tua itu.