Story by: Intan Arum Sari
XI-IIS 2
Yang hanya tertulis di lembar kertas
Tetapi sahabat adalah sebuah ikatan suci
Yang tertoreh dari dua hati
Yang ditulis dengan kasih sayang
Dan suatu saat akan dihapus oleh darah atau nyawa
Di pagi hari dengan cuaca yang tidak bersahabat, awan hitam menyelimuti langit biru yang cerah diseratai dengan rintikan hujan,
Sesampainya di sekolah.
“Pagi pak!” Sapa nina kepada petugas keamanan dari dalam mobilnya saat memasuki gerbang sekolah.
“Pagi juga neng! Parkirnya di sebelah sana ya!” Jawab petugas keamanan sambil menunjukkan arah dengan tangannya.
“Sip Pak!” Balas Nina.
Nina pun memarkirkan motornya. Setelah itu Ia segera menuju ruang kelasnya. Dari balik pintu sudah terlihat ketiga sahabat dekatnya yang tak lain ialah Aulia, Sabila, dan Deva yang sedang membicarakan sesuatu yang kelihatannya begitu seru.
“Pagi semua!” Sapa Nina ceria kepada teman-temannya.
“Pagi! Tumben baru datang, biasanya kamu duluan yang datang daripada kita?” Tanya Sabila
“Iya tadi aku kesiangan, Maklumlah mendung. Yaa otomatis aku berangkatnya agak telat, terus jalanan macet, untung aja aku tidak telat.” Jelas Nina.
“Eh aku ke kantin dulu ya, mau beli air mineral, lupa tadi gak kebawa. Ada yang mau titip?” Tanya Nina menawarkan kepada sahabatnya.
“Nggak usah deh, makasih!” Jawab Sabila.
“Ya sudah aku keluar dulu ya!” Pamit Nina.
Nina pun meninggalkan kelas dan menuju kantin. Setelah Ia sudah mendapatkan air mineral, Ia kembali ke kelas dengan tergesa–gesa karena bel yang mennadakan tanda masuk sudah berdering.
“Duh abis deh aku kalo Pak Tugiman udah sampai di kelas duluan.” Gumam Nina dalam benaknya.
Karena terlalu tergesa-gesa, sampai Ia tidak melihat seorang pria tinggi dengan paras menawan sedang berjalan dari arah yang berlawanan. Nina secara tidak sengaja menabrak pria tersebut hingga mereka terjatuh.
“Aduh!” Seru pria itu.
“Maaf, maaf! aku nngak sengaja, aku lagi buru-buru nih.” Jawab Nina.
“Oh iya iya gapapa kok. Kalo boleh tanya ruang Kepala Sekolah di mana ya?” Tanya pria tampan dengan sedikit terengah-engah.
“Ruangan Kepala Sekolah di sana, lurus aja ada tulisannya kok.” Jawab Nina dengan penuh kepanikan sambil mengarahkan tangannya ke arah kanan.
“Ya makasih ya.” Ucap pria tampan itu.
“Ya sama-sama” Balas Nina dengan suara lebih keras sambil berlari.
Tak lama kemudian Ia pun sampai di depan kelas. Dari balik pintu Ia sedikit mengintip ke dalam untuk melihat apakah Pak Tugiman sudah sampai di ruangan atau belum.
“Ya Tuhan lindungilah hamba-Mu ini dari hukuman Pak Tugiman.” Doa Nina dalam benaknya sebelum memasuki kelas.
Ia pun secara perlahan-lahan memesuki kelas. Dengan perasaan berdebar-debar. Ia segera mengarahkan pandangannya ke seluruh sisi ruangan trersebut untuk mengetahui keberadaan Pak Tugiman.
“Alhamdulillah belum datang, terima kasih ya Allah.” Ucap Nina dalam benaknya sambil menempatkan tangan kanannya di dadanya.
“Kenapa lo kok kelihatannya tegang banget?” Tanya Sabila.
“Gimana nggak tegang, sekarang kan pelajarannya Pak tugiman. Kalo aku sampai telat masuk sedikit aja habis aku dijemur di lapangan. Dia belum datang kan?” Jelas Nina.
“Belum kok! Mungkin karena habis hujan terus jalanan macet, jadinya becek deh!” Tambah Aulia.
“Iya tuh mungkin kejebak banjir.” Tambah Depa.
Tak lama kemudian datang sosok pria tinggi, bertubuh tegap, dan terlihat sedikit jutek dari balik pintu. Pria itu tak lain ialah Pak Tugiman. Suasana kelas pun berubah sesaat dari yang sebelumnya sedikit gaduh menjadi sunyi ketika Ia datang. Tak ada seorang pun yang berani mengeluarkan sepatah kata kecuali Richo sang ketua murid yang memberikan komando kepada teman-temannya.
“Bersiap! Memberi salam!” Ucap Richo.
Mendengar perintah tersebut, serentak seluruh siswa mengucapkan salam. Setelah itu Pak Tugiman mengabsen siswa-siswi. Lalu melanjutkan menjelaskan materi minggu lalu mengenai persebaran flora fauna di indonesia. Di tengah penjelasannya tiba-tiba Ia mengajukan pertanyaan..
Disela–sela diskusi Sheila melihat Nina penuh keheranan.
“Kenapa kamu? Kok dari tadi aku perhatiin lo senyum-senyum sendiri?” Tanya Sabila.
“Cie lagi seneng ya? Cerita dong!” Bujuk Depa diiringi tawa kecil.
“aduh bingung ceritanya dari mana, yang jelas perasaanku hari ini seneng banget.” Jawab Nina penuh kegembiraan disertai tawa kecil.
“aku tau pasti lo sekarang lagi jatuh cinta ya?” Tebak Aulia.
“Ih apaan sih kamu aul? Nggak kok!” Jawab Nina dengan sedikit malu.
“Ih pake ngebohong, sudah jujur aja! kamu itu nggak bisa bohong sama aku, dari mata kamu aja sudah kelihatan kalau kamu lagi jatuh cinta. Mungkin kamu bisa ngebohongin yang lain tapi aku enggak. aku sahabat kamu dari kamukecil, dari kita belum sekolah.” Jelas Aulia.
“Hehe Iya deh gue nyerah. ” Jawab Nina dengan sedikit malu.
“Cie cie sama siapa Nin?”Tanya Depa dengan penuh penasaran.
“aku tidak tahu dia siapa, kayaknya sih anak baru. Soalnya aku baru kali ini ngelihat dia.” Jelas Nina dengan wajah sedikit kemerah–merahan.
“Cie…! Berarti kamu jatuh cinta pada pandangan pertama dong? Cie cie” Ejek Sabila.
“Jarang-jarangkan seorang Nina Aditya Putri, seorang putri sekolah jatuh cinta! Beruntung banget tuh orangnya.” Tambah Aulia.
“Ih apaan sih kalian! Udah ah udah jangan bahas sekarang.” Jawab Nina sambil melirik ke arah Pak Tugimman yang sedari tadi memperhatikan mereka.
“Pokoknya nanti certain ya siapa yang sudah membuat kamu jatuh cinta.” Pinta Depa.
“Iya bawel.” Jawab Nina
Mereka pun melanjutkan diskusi hingga jam pelajaran Pak Tugiman selesai.
Kemudian mereka melanjutkan dengan mata pelajaran lain. Setelah pikul 15.30 WIB bel bordering, yang menunjukkan bahwa kegiatan KBM sudah berakhir. Siswa-siswi pun meninggalkan kelas dan bergegas kembali ke rumah masing-masing.
Keesokan harinya, seperti biasa Nina sudah bangun saat sang fajar masih malu-malu menampakkan dirinya. Ia segera bersiap-siap pergi ke sekolah. Setelah seluruh persiapan selesai, Ia tidak lupa untuk berpamitan kepada kedua orang tuanya yaitu Bapak Ferdy dan Ibu Liana sebelum Ia pergi ke sekolah.
Sesampainya di SMA N 3 sambil menunggu bel, Nina dan ketiga sahabatnya melanjutkan pembicaraan yang lalu mengenai siapa yang membuat Nina jatuh cinta. Disela-sela pembicaraan, terdengar bel yang menunjukkan bahwa KBM segera dimulai. Tak lama kemudian seorang lelaki paruh baya memasuki kelas tersebut, yaitu Pak Tri, yang tak lain ialah guru BK. Serentak seluruh siswa memberikan salam kepadanya.
“Pagi ini kalian kedatangan siswa baru pindahan dari Bandung.” Ujar Pak Tri.
Kemudian Ia memanggil seorang laki-laki tampan dari balik pintu. Ketika lelaki itu masuk suasana kelas menjadi gaduh.
“TENANG-TENANG!! Saya harap kalian bias tenang!” Ucap Pak Tri.
Seketika suasana kelas menjadi lebih tenang.
“Sekarang silahkan perkenalkan diri kamu!” Pinta Pak Tri kepada murid baru tersebut.
“Selamat pagi semuanya! Nama saya Aditya elang , kalian bisa panggil saya Adit.” Ucap Adit.
“Sekarang silahkan kamu cari kursi yang masih kosong.” Ucap Pak Tri mempersilahkan Adit untuk duduk. “Untuk perkenalan lebih lanjut nanti kalian bisa tanya langsung.” Tambahnya.
”Sekarang pelajaran apa?” Tanya Pak Tri pada Richo.
“Olahraga Pak.” Jawab Richo.
“Ya sudah sekarang kalian ganti baju lalu langsung ke lapangan, guru kalian sudah menunggu disana.” Ucap Pak Tri sebelum meninggalkan kelas tersebut.
Kemudian Pak Tri meninggalkan kelas tersebut. Adit pun segera menuju kursi yang masih kosong. Saat menuju kursi tersebut Ia melewati kursi Nina, dan tersenyum padanya.
Tanpa disadari Nina, Aulia sedari tadi memperhatikan tingkah laku Nindy yang sejak tadi tersenyum tepatnya ketika Adit memasuki kelas.
“Dia ya orangnya?” Tanya Aulia.
“Maksudnya?” Tanya balik Nina.
“Ia dia kan yang sudah membuat hati kamu jadi berbunga-bunga?” Tebak Aulia.
“Hehe Iya.” jawab Nina sedikit malu-malu. “Kok kamu bisa tahu sih?” Tanya Nina heran.
“Kelihatan dari tingkah laku kamu.” Jelas Aulia singkat. “Ya sudah ganti baju!” Tambah Aulia.
Kemudian mereka dan siswa yang lain mengganti pakaian putih abu-abu dengan pakaian olahraga. Setelah itu mereka berkumpul di lapangan. Sesampainya di sana mereka diperintahkan untuk bermain basket. Karena sudah merasa lelah bermain basket, mereka memutuskan untuk beristirahat. Di tengah istirahat, tiba-tiba Adit menghampiri Nina yang tengah asyik bersama ketiga sahabatnya. Adit pun memperkenalkan dirinya kepada Nina, Aulia, Sabila, dan Depa.
“Hai!” Sapa Adit. Maaf ya kemarin gak sengaja nabrak kamu sampai kamu jatuh, ada yang luka nggak?” Tambahnya.
“Nggak papa kok, nggak ada yang luka. Lagi pula kemarin kan yang nabrak aku bukan kamu” Jawab Nina. “Kalo boleh tahu, kenapa kamu pindah sekolah?” Tambahnya.
“aku dulu ikut nenek, kasihan nenekku sendiri. Belum lama ini nenekku meninggal, ya sudah aku balik tinggal sama orang tua aku, terus disekolahin disini.” Jelas Adit.
“Oh maaf ya, jadi nggak enak. kamu cucu kesayangannya ya?” Balas Nina.
“Nggak papa kok. Gimana ya aku kan cucu satu-satunya.” Jawab Adit.
“Oh, pasti nenek kamu sayang banget sama kamu.”
Mereka pun melanjutkan pembicaraan hingga menyinggung topik yang lain. Di tengah-tengah perbincangan terdengar bunyi bel, mereka pun mengakhiri obrolan dan segera mengganti pakaian. Setelah itu mereka melanjutkan pelajaran hingga akhir. Ketika bel berdering Nina dan ketiga sahabatnya pulang bersama.
Di tengah-tengah perjalanan sambil mrndengarkan musik kesukaan mereka mereka membicarakan sesuatu.
“Cie Nina, tadi ngobrolin apa saja sama Adit?” Ledek Depa.
“Ih apaan sih Dep! Tadi aku cuman tanya alasan dia pindah sekolah terus aku ceritain keadaan sekolah kita.” Jawab Nina.
“Aul, kamu kenapa dari tadi diam saja, terus muka kamu kok agak pucat sih?” Tanya Sabila khawatir.
“Nggak papa kok cuma pusing sedikit.” Jawab Aulia lemas.
“Aku perhatiin, kok kamu sering banget pusing? Sakit apa?” Tanya Nina cemas sambil melirik ke arah Aulia yang duduk di sampingnya.
“Nggak, nggak ada sakit kok! Ya mungkin karena kelelehan aja kali.” Jawab Aulia.
Nina pun mengantarkan Aulia hingga pintu rumahnya, kemudian Ia melanjutkan mengantar Sabila .
Sesampainya di rumah, kedua orang tua Aulia sangat khawatir melihat keadaan putri tunggalnya yang pucat i. Tanpa berfikir panjang, mereka membawanya ke rumah sakit tempat di mana keluarga Aulia memeriksa kesehatannya.
Sesampainya di rumah sakit, Aulia diperiksa oleh Dokter Indrawan yang akrab di sapa dokter Indra yang tak lain ialah dokter pribadi keluarga Aulia. Setelah Aulia selesai diperiksa, Dokter Indra meminta Bapak Zainal Nasution dan Ibu Yulia Nasution menemuinya di ruangannya.
“Maaf sebelumnya saya harus mengatakan ini kepada Bapak dan Ibu, kondisi putri Anda sudah semakin parah, saya khawatir apabila operasi tidak segera dilaksanakan, hal ini bisa mengancam keselamatan putri anda.” Jelas Dokter Indra.
“Apa tidak ada cara lain untuk menyembuhkan putri kami selain operasi?” Tanya Ibu Yulia sambil menitihkan air mata.
“Tidak ada cara lain lagi karena kondisi putri Ibu sudah memasuki stadium akhir. Itu pun bila operasinya berhasil.” Jawab Dokter Indra.
“Maksud dokter?” Tanya Bapak Zaenal khawatir.
“Ia bila operasinya berhasil ada dua kemungkinan, yaitu Ia akan kembali seperti sedia kala atau ia tetap hidup dengan lupa ingatan atau yang disebut amnesia.” Jelas Dokter Indra. “Dan apabila operasinya tidak segera dilaksanakan atau gagal maka putri ibu tidak dapat diselamatkan atau ada keajaiban dari Yang Kuasa.” Tambahnya.
Mendengar perkataan tadi air mata Ibu Yukia mengalir semakin deras.
“Kapan operasi itu bisa dilaksanakan?” Tanya Bapak Zaenal.
“Itu tergantung kesiapan Anda dan putri Anda, saran saya lebih baik secepatnya.” Jawab Dokter Indra.
Di tempat yang berbeda tepatnya di ruang tunggu dalam waktu yang bersamaan, Aulia secara tidak sengaja melihat Adit yang sedang berjalan.
“Adit!!” Panggil Aulia.
Mendengar itu Aulia mencari asal suara tersebut. Ia mengarahkan pandangannya ke seluruh sisi ruangan tersebut. Lalu Ia melihat sosok Aulia yang sedang berdiri. Ia pun menghampirinya.
“Eh kamu aul yang tadi manggil aku? Ngapain kamu di sini?” Tanya Adit.
“Ya aku yang manggil kamu. Aku di sini habis check-up sekarang lagi nungguin orang tua aku, dari tadi belum keluar-keluar.” Jawab Aulia. kamu sendiri ngapain?” Tambahnya.
“Orang tua kamu belum keluar dari mana? Tanya Adit. Aku mau jemput bapakku mobilnya lagi di bengkel.” Jelas Adit.
“Dari ruangannya Dokter Indra.” Jawab Aulia.
“Dokter Indara siapa? Bapakku kan dokter juga disini terus namanya dokter Indrawan.” Jelas Aulia.
“Dokter Indra yang ruangannya di sebelah sana.” Balas Aulia sambil menunjuk ke arah ruangan yang beda tak jauh dari tempatnya menunggu.
“Loh itu kan ruangannya bapakku.” Balas Adit.
“Serius?” Tanya Aulia seolah tidak percaya.
“Serius lah ngapain sih aku bohong.” Jelas Adit. “Siapa yang sakit? Kamu aul?” Tambahnya.
Aulia hanya terdian mendengar pertanyaan tersebut. Ia bimbang apakah Ia harus mengatakan yang sejujurnya tentang penyakitnya atau tidak. Ia khawatir apabila Ia mengtakan yang sejujurnya orang-orang yang berada di dekatnya hanya iba terhadapnya. Belum sempat Ia menjawab, Dokter Indra bersama kedua orang tuanya datang dan menghampiri mereka.
“Eh itu orang tua aku sama Dokter Indra sudah keluar.” Ucap Aulia sambil menunjuk ke arah orang tuanya.
“Aul kok lo nggak jawab pertanyaan aku sih?” Tanya Adit.
“Oh, enggak kok aku cuma sakit kepala biasa saja kok.” Jawab Aulia agak ragu.
Kemudian Dokter Indra bersama kedua orang tua Aulia datang menghampiri.
“Kalian sudah saling kenal?” Tanya Dokter Indra kepada putraya dan Aulia.“Pak, Bu perkenalkan ini putra saya.” Tambahnya.
Adit pun bersalaman pada orang tua Aulia sebagai tanda perkenlan.
“Ya sudah kalau begitu Dok kami pamit pulang dulu karena sudah malam.” Ucap Bapak Zaenal.
“Ya hati-hati Pak!” Balas Dokter Indra diiringi senyum. “Aulia jangan lupa istirahat ya.” Pesan Dokter Indra kepada Aulia.
Aulia pun hanya mengangguk. Kemudian mereka meninggalkan tempat tersebut.
“Kasihan temanmu, di usianya yang masih terbilang muda dia harus menghadapi kenyataan pahit.” Ucap Dokter Indra kepada putranya.
“Maksud ayah apa?” Tanya Adit tak mengerti.
“Iya, dia mengidap kanker otak, sudah stadium akhir.”Jawab Ayah Adit.
“Apa?” Ucap Adit tak percaya.
“Ya sudah sekarang kita pulang dulu” Ajak ayah Adit. “Nanti Ayah ceritakan di mobil.” Tambahnya.
Di perjalanan pulang, ayah Adit pun menceritakan semuanya yang terjadi pada teman baru Adit.
“Kamu sekarang sudah tahu apa yang terjadi pada Aulia, Ayah pinta tolong jangan kamu ceritakan hal ini pada siapa pun. Ayah merasa berdosa sekali sudah melanggar kode etik kedokteran dengan menceritakan kondisi pasien Ayah ke kamu.” Pinta Ayah Adit
“Iya Yah, aku ngerti kok aku janji ga akan bilang ke siapa pun.”
Keesokan harinya Adit menghampiri Aulia yang sedang duduk termenung di depan kelas.
“Boleh duduk di sini?” Tanya Adit.
Aulia tidak menjawab, Ia hanya menggeser posisi duduknya sebagai isyarat bahwa Adit boleh duduk di sampingnya.
“Maaf ya Aul sebelumnya. aku sudah tahu apa yang terjadi sama kamu.” Ucap Adit mengawali pembicaraan. “Kenapa kemarin kamu bohong sama aku?” Tambahnya.
“aku sudah menduga. Bapak kamu yang ngasih tahu ya?” Tebak Aulia. Adit pun menjawab dengan anggukkan kepala. “aku nggak bermaksud bohong sama kamu, aku cuma nggak mau kalo kamu dan yang lain tahu penyakit aku, kamu semua jadi kasihan sama aku. Karena umur aku sudah sebebtar lagi” Jelas Aulia sambil menitihkan air mata. “kamu harus janji sama aku jangan sampai ada yang tau tentang hal ini selain kamu.” Pinta Aulia masih dengan derai air mata.
“Ya aku janji aku nggak akan bilang hal ini ke siapa-siapa. Yang harus kamu tahu aku berteman dengan kamu bukan karena aku kasihan atau iba sama kamu tapi aku peduli sama kamu.” Jelas Adit. “Sekarang kamu hapus air mata kamu, aku yakin kamu pasti bisa menghadapi semua ini.” Pinta Adit. “Kalau kamu ada keluhan kamu bisa bilang ke aku nanti aku sampaikan ke bapakku.” Tambahnya.
“Makasih dit. Iya nanti kalo aku ada keluhan aku bilang ke kamu.” Balas Aulia.
Tak lama kemudian bel pun berdering. Mereka memasuki ruang kelas untuk mengikuti pelajaran.
Hari demi hari berlalu, Aulia dan Adit pun semakin akrab. Mereka sering terlihat mengobrol bersama. Hal itu membuat hati Nina sedikit cemburu terhadap sahabatnya.
“Aul aku perhatiin kok kamu sama Adit semakin akrab ya?” Tanya Nina. “Lo tahu kan kalau aku suka sama Adit?” Tambahnya.
“iya aku tahu kok, kamu cemburu ya? Jawab Aulia dengan sedikit meledek.
“aku lagi enggak mood ya buat bercanda.” Balas Nina dengan sedikit kesal.
“Hehe santai aja Nin. aku sama dia nggak ada apa-apa kok.” Jawab Aulia. “aku cuma…” Nina memutus pembicaraan.
“Cuma apa?” Cuma mau ngerebut Adit dari aku?” Tanya Nina kesal bercampur emosi.
“Ya ampun Nin, kok kamu bisa berfikiran seperti itu sama aku?” Tanya Aulia dengan nada lebih tinngi dari sebelumnya.
Perseteruan di antara mereka pun tek dapat dihindari. Di tengah perseteruan tersebut tiba-tiba Aulia pingsan.
“Aul, Aul lo kenapa?” Ucap Nina panik saat sahabatnya tergeletak di lantai.
Tak lama kemudian Nina melihat Adit yang sedang berjalan, Ia pun memenggilnya dan meminta bantuan.
“Auliaa kenapa?” Tanya Adit kepada Nina panik.
“aku juga nggak tahu tadi tiba-tiba dia pingsan.” Jawab Nina masih panik.
“Ya sudah bawa dia ke rumah sakit, kamu tolong kabarin ke orang tuanya ya.” Balas Adit masih panik.
Kemudian mereka membawa Aulia ke rumah sakit. Ia pun langsung ditangani oleh Dokter Indra.
“pak tolongin Aulia, tadi dia tiba-tiba pingsan!” Pinta Adit.
“Ya” Jawab Dokter Indra. “Sekarang kamu berdo’a untuk kesembuhan temanmu ini” Tambahnya.
Aulia pun langsung dibawa ke ruang ICU untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif.
“Adit, itu bapak kamu ?” Tanya Nina.
“Iya.” Jawab Adit.
Tak lama kemudian kedua orang tua Aulia datang bersama Depa dan Sabila . Mereka langsung menghampiri Nina dan Adit.
“Aulia di mana?” Tanya Ibu Yulia dengan penuh kepanikan.
“Dia lagi di ICU. Tante sebenarnya Aulia sakit apa? Kok tante terlihat panik sekali?” Tanya Nina.
“Dia mengidap kanker otak.” Jawab Ayah Aulia.
Seketika suasana menjadi sendu setelah mereka mendengar perkataan itu. Mereka tidak menyangka Aulia mengidap penyakit yang mengerikan itu.
“Apa?” Tanya Nina membangunkan kesunyian. Sabila dan Depa serentak tidak percaya.
“Kenpa Aulia menyembunyikan ini semua?” Tambah Nina dengan menitihkan air mata. “Sahabat macam apa aku? Masa orang yang berarti di hidup aku memikul beban yang berat aku nggak tahu?” Dengan air mata yang mengalir lebih deras. “aku nyesel banget tadi aku sempet ribut sama Aulia hanya karena masalah sepele.” Ucap Nina menyalahkan dirinya.
“Cukup Nin, kamu nggak perlu menyalahkan diri kamu sendiri. Ini sudah takdir dari Yang Kuasa.Aulia bukannnya nggak mau ngasih tahu hal ini ke kalian, Dia hanya takut bila dia cerita ke kelian, kalian menjadi iba dan kasihan terhadapnya.” Jelas Ibu Aulia yang juga menitihkan air mata.
Tak lama kemudian Dokter Indra keluar dari ruang ICU. Kedua orang tua Aulia beserta keempat sahabatnya menghampirinya.
“Gimana dok keadaan anak saya?” Tanya Ayah Aulia berusaha tenang.
“Kondisi putri anda semakin memprihatinkan. Presentase harapan hidupnya kini hanya 40%. Cara untuk menyelamatkan Aulia hanya dengan melakukan operasi. Itu pun bila berhasil.” Jelas Dokter Indra.
“Apa persyaratan yang harus kami penuhi agar operasi itu segera dilaksanakan?” Tanya Ayah Aulia.
“Anda silahkan ke bagian administrasi lalu menandatangani persetujuan operasi.” Jawab Dokter Indra.
Ayah Aulia pun segera menuju bagian administrasi untuk menyelesaikan persyaratan operasi. Tak lama kemudian setelah persyaratan telah dipenuhi Dokter Indra kembali bersama timnya untuk melakukan operasi.
“Operasi akan segera dilaksanakan, ini membutuhkan waktu sekitar 8 jam. Saya berharap kepada Bapak dan Ibu serta adik-adik untuk mendoakan agar operasinya berhasil.” Ucap Dokter Indra sesaat sebelum menuju ruang operasi.
Sambil menunggu jalannya operasi, kedua orang tua Aulia beserta keempat sahabatnya tidak henti-hentinya berdoa untuk kelancaran operasi dan keselamatan Aulia. Setelah berjam-jam menunggu Dokter Indra pun keluar dari ruang operasi. Mereka pun langsung menghampirinya.
“Gimana Dok, apakah operasinya berhasil?” Tanya Ayah Aulia panik.
“Alhamdulillah, operasinya berjalan dengan lancar, sekarang kondisinya masih belum sadar.” Jawab Dokter Indra.
Tak lama kemudian Aulia pun sadar. Dokter Indra mengizinkan kedua orang tuanya untuk menemuinya. Mereka pun masuk ke ruang dimana Aulia dirawat bersama Nina.
“Ibu, Ayah, Nina maafin Aulia ya. Selama ini Aulia sudah banyak salah sama kalian.” Ucap Aulia.
“Iya Aul, maafin Ayah sama Ibu juga ya.” Balas Ayah Aulia.Ibu Aulia hanya menitihkan air mata tidak sanggup melihat kondisi putrinya yang terbaring lemah.
“Nggak ada yang perlu dimaafin Aul, seharusya aku yang minta maaf ke kamu, aku sudah ngecewain kamu, aku sudah berfikiran negatif ke kamu , gara-gara aku kamu jadi begini.” Balas Nina juga dengan menitihkan air mata.
“Enggak Nin, ini bukan gara-gara kamu, ini sudah takdir. akue mau klarifikasi masalah yang tadi, aku sama Adit nggak ada apa-apa, aku cuma ngobrol tentang penyakitku. Kalau ada keluhan aku cerita ke dia nanti dia sampaikan ke bapaknya.” Ucap Aulia masih dengan berbaring.
“Iya aul aku sudah lupakan itu semua. Masalah yang tadi udah lupain aja. Sekali lagi maafin aku ya. Aku nyesel banget.” Ucap Nina masih dalam tangis.
“Bu, Yah, Nin, sekarang hapus air mata kalian, aku nggak mau lihat ada kesedihan di sini. Ibu, Ayah sama Nina harus janji jangan nangis lagi walau apapun yang terjadi.” Pinta Aulia
Kedua orang tua Aulia dan Nina hanya mengangguk sebagai isyarat mereka berjanji, sambil menghapus air mata yang membasahi wajahnya.
“Sekali lagi aku minta maaf ya, tolong sampoaikan maaf aku ke yang lain.” Pinta Aulia dengan sedikit terbata-bata.
Setelah mengucap kalimat tersebut, Aulia menghembuskan nafas terakhirnya. Saat mengetahui garis pada elektrokardiograf membentuk garis lurus 1800, tanpa berfikir panjang Nina langsung berlari mencari Dokter Indra agar dapat memberikan pertolongan kepada sahabat yang sangat disayanginya itu. Namun sia-sia. Segala cara telah dilakukan namun hasilnya tak seperti yang diharapkan. Nyawa Aulia sudah tidak tertolong.
Kedua orang tua Aulia dan seluruh temannya berusaha untuk tidak terlalu larut dalam kesedihan, walau air mata sempat menghiasi wajah mereka. Mereka berusaha untuk menerima takdir dari Sang Khalik. Mereka berdoa agar ruh Aulia diterima di sisi Allah dan mendapat tempat yang layak di sisinya.
Komentar:
Ibu terharu dik... huhuhuhu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar