Story by: Davy Anilhaq
XI-IIS 1
Semalam aku bermimpi lagi. Mimpi
yang penuh misteri. Rasanya aku berada di 2500 tahun yang lalu. Dalam mimpi itu
aku melihat seorang lelaki yang berada di atas sebuah bukit. Lelaki hitam yang
berbaju hitam sedang menunggang kuda hitam. Ketika itu senja hari. Matahari
terus beranjak menuju peraduannya. Lelaki itu memandangku dengan tampang yang
menyeramkan. Matanya tajam bagai singa yang siap menerkamku. Ku perhatikan dia
dengan seksama. Perlahan dia bergerak menuju ke arahku. Menyadari hal ini aku
pun pasang kuda-kuda lalu berlari sekencang-kencangnya.
Bayangkan. Dia berkuda sementara
aku hanya bermodal dua kaki, tentu dengan mudah dia bisa menyusulku. Tapi
tidak! Aku adalah pelari ulung. Dengan kecepatan 60 km per jam aku mampu mendahuluinya
hingga melewati tiga gunung. Terus ku berlari tanpa sedikit pun ingin menoleh
ke belakang. Dengan napas terengah-engah aku berhenti sejenak dan menoleh ke
belakang. Memastikan bahwa dia tidak menyusulku lagi. Belum ada tanda-tanda dia
akan menyusul. Maka aku pun beristirahat sejenak. Bersandar pada sepotong kayu
tua yang tertancap tegak.
Tiba-tiba.. GUBRAAKK!! Aku jatuh
terbaring. Kayu itu sudah sangat rapuh. Ternyata kayu itu salah satu tiang
bekas reruntuhan bangunan tua. Konon, bangunan ini adalah rumah seorang seniman
yang menjauh dari keramaian. Sedang asyiknya aku melihat-lihat reruntuhan itu,
terdengar derap langkah kaki kuda. Dia datang lagi! Aku pun langsung berlari
menjauh. Tapi.. braak!!! bruukkk!! Lagi-lagi. Aku terperosok ke dalam lubang
rahasia di tengah-tengah bekas reruntuhan. Lubangnya lumayan dalam, sekitar 3
meter. Tidak mungkin bagiku untuk naik lagi ke permukaan. Ku pandangi
sekeliling, remang-remang ku sadari, RUANG BAWAH TANAH. Aku melangkah menyusuri
lorong di ruang bawah tanah tersebut.
Whuuusshhh!!! Aaaa!!! Lelaki itu!!!
Dia mendekat sambil berlari.
Kudanya tertinggal di luar. Larinya lumayan kencang juga. Hampir saja aku
kewalahan dan putus asa. Sementara dia terus mengejarku. Kini aku berada di
persimpangan dua lorong. Aku bingung, pilih kanan atau kiri. Tengah kebingungan
dia mulai mendekat lagi. Langsung aku pilih lorong yang kanan. Terus berlari.
Panjang sekali lorongnya, seolah tak berujung. Setelah jauh berbelok-belok di
dalam lorong. TRAAANG!! ke luar ke tempat terbuka, yaitu labirin! Aduh, apalagi
ini? Bagaimana aku bisa ke luar? Tamatlah aku!! Kembali ke belakang tak
mungkin, ada dia. Lagian gak ingat lagi kelok-kelok lorongnya.
Terpaksa masuk labirin.
Mutar-mutar, keliling-keliling mencari jalan ke luar. Di sudut lain dalam
labirin, lelaki tadi juga melakukan hal yang sama. Pelan-pelan aku terus
berusaha mencari jalan ke luar. Tapi kok kembali ke tempat semula? Saat itu
berkelebat bayangan seseorang. Aku berbalik arah mencoba jauh darinya. Terus
lagi mencari jalan ke luar. Dan.. Aaaaa!!! dia melihatku! Wadaw!! Lari!!
Untungnya ini adalah labirin. Dia
pun menghilang lagi. Ku coba lagi, lagi-lagi ku coba untuk mencari jalan ke
luar. Kalau ku perhatikan, labirin ini berbentuk heksagonal raksasa. Dindingnya
adalah tanaman liar berduri yang hidup dengan rapat satu sama lain. Labirin ini
sungguh membuatku pusing. Eee… lagi-lagi dia melihatku. Kali ini dia terus
mengejarku dan semakin dekat saja jaraknya, hingga aku terdesak di jalan buntu.
Deg-deg-deg. Detak jantungku tak
karuan. “Bagaimana lagi nih?” gumamku dengan perasaan kalut plus takut.
Dia muncul di depanku dan perlahan mendekat. Dengan raut wajah sinisnya dia terus mendekat. Tubuhku menggigil gemetaran. Gigi-gigiku gemelutukan bagai suara mesin traktor. Lututku bergetar bagai tanah diguncang gempa 10 SR. Di tengah kondisi yang tak karuan itu aku hanya bisa berharap agar aku diteleportasi saja.
Dia muncul di depanku dan perlahan mendekat. Dengan raut wajah sinisnya dia terus mendekat. Tubuhku menggigil gemetaran. Gigi-gigiku gemelutukan bagai suara mesin traktor. Lututku bergetar bagai tanah diguncang gempa 10 SR. Di tengah kondisi yang tak karuan itu aku hanya bisa berharap agar aku diteleportasi saja.
Cling!! whiisshh!! whiisshh!!
Wuzzz!!! Benar, aku diteleportasi. Tapi, aku heran. Kok orang rame sekali di
sekelilingku. Apa yang terjadi? Hah? Ruang konferensi pers? Apa iya?
“Mas Andrea, tolong tanda tangannya dong,” ucap seseorang yang membuyarkan keherananku.
“i..i..ya..” kataku gugup.
“Mas Andrea kini jadi bintang ya..” ledek yang lain.
“Jadi bintang? Bintang apa? Tadi kan aku di labirin dan hari hampir gelap. Kenapa sekarang bangunannya sudah berubah?” gumamku.
“Mas Andrea, tolong tanda tangannya dong,” ucap seseorang yang membuyarkan keherananku.
“i..i..ya..” kataku gugup.
“Mas Andrea kini jadi bintang ya..” ledek yang lain.
“Jadi bintang? Bintang apa? Tadi kan aku di labirin dan hari hampir gelap. Kenapa sekarang bangunannya sudah berubah?” gumamku.
Cklik! Cklik! Aku terus-terusan
dipotret banyak orang. Nampaknya ini penghujung 2013! Dan aku? Bakal jadi
bintang atau memang bintang?! Belum habis keherananku itu, tiba-tiba lelaki
yang tadi mengejarku muncul. Whuaaa!!! “Tolong!! tolong!! tolong!!”
“Mas.. Mas.. Mas Andreaa!!!! Banguuunnn!!!” teriak adikku tepat di samping telingaku.
“tolong…” kataku lirih.
“Tolong apaan? Dari tadi teriak-teriak minta tolong kayak orang kesurupan. Kirain ada gerangan apa yang terjadi padamu. Mimpi buruk ya?” tanyanya dengan menahan tawa.
“Emm.. gak apa-apa kok.. syukurlah cuma bunga tidur,” jawabku sambil berusaha menenangkan diri.
“Mas.. Mas.. Mas Andreaa!!!! Banguuunnn!!!” teriak adikku tepat di samping telingaku.
“tolong…” kataku lirih.
“Tolong apaan? Dari tadi teriak-teriak minta tolong kayak orang kesurupan. Kirain ada gerangan apa yang terjadi padamu. Mimpi buruk ya?” tanyanya dengan menahan tawa.
“Emm.. gak apa-apa kok.. syukurlah cuma bunga tidur,” jawabku sambil berusaha menenangkan diri.
Aku dapati diriku sudah ada di
kamar. Ku pandangi seisi kamar. Wallpaper kamarku bertema alam bebas. Nampak
juga poster bergambar koboi yang sedang menunggang kuda sambil memutar-mutar
laso di tangannya. Pandanganku tertahan pada sebuah papan, papan yang ku
gunakan untuk menempel catatan-catatan penting. Ku baca: “DL menulis novel
tinggal 35 hari lagi!!”
“Alamak!! Harus buruan nih…”
“Alamak!! Harus buruan nih…”
Komentar:
Ceritanya menegangkan, dan kamu bisa menuliskannya dengan baik. Tetapi, Dav, kamu melanggar instruksi Ibu karena kurang dari lima halaman. Semoga bisa berlanjut, ya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar