Story by: Mei
Lina
XI-IIS 2
Sudah satu jam yang lalu aku duduk disini. Dipinggir
sebuah karang yang melandai kearah lautan lepas, menikmati semilir angin laut
yang menggoyang-goyangkan kerudung merah mudaku.
Ah, aku tak pernah
merasa bosan ketika berada disini. Disini aku merasakan ketenangan hati yang
tiada tara. Aku dapat melihat garis cakrawala yang masih gelap pekat subuh ini.
Ya, aku memang tak
seperti orang lain kebanyakkan yang menyukai sunset. Aku lebih menyukai sunrise
karena aku lebih menyukai matahari itu menyapaku “selamat datang” daripada
menyapaku “selamat tinggal”. Aku lebih
suka pertemuan daripada perpisahan. Walau ku tahu, bahwa setiap pertemuan pasti
akan ada perpisahan.
Dikejauhan, perlahan-lahan aku melihat cahaya kecil dari
sorotan lampu nelayan yang mulai mendekati tepi pantai. Cahaya redupnya terihat
begitu indah seperti kunang-kunang.
Perlahan tapi pasti
nelayan mulai mendekat ke tepian. Aku melihat binar-binar kebahagiaan di raut
wajah para nelayan itu. Mereka telah siap untuk bertemu dengan keluarganya dan
siap untuk memberikan nafkah ke keluarganya masing-masing.
“Hello sunrise!,” sapaku pada cahaya keemassan yang
mengintip malu-malu di ufuk timur. Selamat datang kembali matahari yang selalu
memberi kehangatan pada setiap insan yang ada di bumi. Matahari yang selalu
menerangi seluruh alam semesta ini. Tak bisa ku bayangkan jika di bumi tak ada
matahari. Entah gelap seperti apa yang akan menyelimutinya.
Kuhabiskan setengah hari liburku berada dipantai ini. Aku
disini sedang mencoba memikirkan sesuatu yang masih menganjal di pikiranku
sambil menikmati debur ombak serta semilir angin yang berhembus keronga-ronga
tulang rusuk ku.
Aku memkirkan tentang sekolah. Ya! Aku memikirkan
sekolah. Ternyata sekolah dapat menjadi tempat yang sangat indah untuk bisa
menemukan segala cerita yang dapat kita kenang kelak. Apalagi masa-masa sekolah
di bangku SMA. Ah, tak terbayang betapa banyak cerita suka duka yang dapat
terjadi saat kita sekolah semasa SMA. Selain digunakan untuk menemukan segudang
ilmu. Sekolah dapat kita jadikan untuk menemukan berbagai jenis dan sifat
teman-teman sekitar kita. Sesosok teman telah menjadi pelengkap dalam menjalani
kehidupan ini. Selain itu, di lingkungan sekolah kita juga dapat menemukan
benih-benih cinta pada seseorang yang pasti kan tumbuh seiring berjalannya
waktu. Disinilah aku memulai cerita itu. Di suatu kelas yang amat mengasikan,
aku duduk bersama seorang sahabat yang telah ku kenal sejak kelas 10 yang
bernama Labib. Kini kami telah duduk di kelas 11 SMA Negeri 6 Surabaya. Aku
telah sekelas dengannya saat kelas 10. Entah kenapa kini aku sekelas lagi
dengannya.
Pada saat pelajaran berlangsung tiba-tiba ada guru yang
datang ke kelasku. Namun guru itu tak datang sendirian. Ada seorang wanita yang
berada di sampingnya.
“Rin, ada cewek tuh.
Cantik ya!” Labib memberi tahu padaku.
“Tak usah kau bilangin
aku juga udah tau kalo dia cewe, aku masih normal kali bisa bedain mana cewek
dan mana yang cowok.” jawab ku sambil bergurau.
“Yee, biasa aja dong
Rin. Kan aku cuma ngasih tau doang.” jawabnya.
Akhirnya guru tersebut
menjelaskan kepada seluruh siswa yang ada di kelasku bahwa wanita tersebut
adalah seorang murid baru yang berasal dari Bandung dan sekolah disini.
“Selamat pagi
anak-anak” sapa guru itu.
“Selamat pagi buu”
jawab seluruh siswa dikelasku.
“Oke. Pagi ini kalian
kedatangan siswa baru yang berasal dari Bandung. Semoga kalian semua bisa
berteman baik dengannya.” jelas guruku
“Selamat pagi
teman-teman. Namaku Elsa, aku baru saja pindah dari Bandung. Semoga teman-teman
dapat menerima ku dengan senang hati disini.” sapa wanita itu memperkenalkan
diri.
Akhrinya murid baru
tersebut duduk di bangku depanku. Karena pada saat itu tak ada yang mengisinya.
Bangku itu masih kosong sebelum ada Elsa yang mendudukinya.
“Hai Ririn.” sapa Elsa
sambil menyodorkan tangannya padaku.
“Hai El, salam kenal
ya.” aku pun menggapai tangannya.
“Oh iya kenalkan juga
ini Labib sahabatku.” ucapku sambil menoleh kepada Labib.
“Hai” sapa Elsa
singkat.
“Hai Juga” jawab Labib.
***
Tak
terasa bel istirahat pun berbunyi. Aku berniat untuk menemui Elsa, karena aku
yakin ia belum mempunyai teman semenjak bersekolah tadi pagi. Namun ia lagi malas pergi ke kantin. Lalu kami
akhirnya saling bercerita tentang sekolah, teman dan hal lainnya yang ada di
lingkungan sekolah ini, begitupun sebaliknya.
Aku
merasakan bahwa Labib menyukai Elsa. Dari cara ia memandang Elsa pun sangat
berbeda. “Bib, kamu suka sama Elsa ya?” tanyaku.
“Ah enggak kok.”
“Udah deh enggak usah
ngelak. Aku tu dah tau tingkah laku sahabatku sendiri. Apalagi kamu.”
“Iya deh iya memang aku
sedikit suka sama Elsa.”
“Haha. Ketahuan kan
sekarang. Buruan gih nanti di ambil orang hlo.” candaku.
***
“KRIIIIIIIINGGGG
KRIIIIIIING KRIIINNNGGGG KRIIIIINNGG”
Jam weker di kamarku
pun berbunyi. Sudah saatnya aku bangun dan siap siap pergi ke Sekolah.
Semalaman aku begadang
mengerjakan tugas akuntansiku. Sepertinya aku masih merasakan kantuk yang masih
melanda tubuhku. Namun apa daya aku harus dapat melawan dan tetap semangat
sembari mengondisikan tubuhku agar segar 100%.
Sesampainya di sekolah, aku melihat sahabatku Labib
sedang murung bersandar di pinggir tembok
kelas tempat biasa kami duduk sehari-harinya.
“Kamu kenapa bib? Ada
masalahkah? Sini cerita, jangan sungkan-sungkan!”
“Aku sudah tak kuasa
menyembunyikan perasaanku ke Elsa. Aku harus gimana nih?”
“Apa sebaiknya kamu
ungkapkan saja? Kan lebih lega kalau sudah di ungkapkan.” balasku.
Tiba-tiba guru Sejarah
sudah duduk di mejanya. Lalu kami menghentikan pembicaraan kami. Aku merasa
pelajaran ini sangat membosankan. Mungkin pemikiranku sama dengan yang lain,
karena memang pelajaran ini sangat membosankan.
Hingga pelajaran itu
berlangsung. Mataku pun masih tetap terasa berat untuk terbuka. Mungkin ini
efek dari begadangku semalam. Suasana pun makin mendukung untuk terlelap. Tak
terasa aku tertidur saat pelajaran hingga akhirnya guru Sejarah yang sedang
mengajar mengetahui aku yang sedang tertidur pulas.
“Hey Bib, bangunkan
teman sebelah kau itu!” perintah pak guru
“Ehh Rin bangun! Ada
pak Munadi tuh.”
Labib pun
membangunkanku dan aku lansung bangun sambil mengusap mata ku yang sedari tadi
pagi masih sangat mengantuk.
“Cepat kau ke toilet
dan kau cuci muka mu itu biar segar kembali!” perintah pak guru
“Baik pak.” sambil
jalan sempoyongan menuju keluar kelas.
Dan aku pun bergegas ke
toilet untuk membasuh mukaku. Setelah membasuh muka, aku langsung bercermin dan
merapikan kembali rambut serta pakaianku.
***
Keesokkan harinya aku
mulai memikirkan masalah perasaan cintanya Labib. Lalu aku memberi saran kepada
dia bahwa dia seharusnya mengungkapkan kepada Elsa. Kan tak ada salahnya juga
bila ia mengungkapkan perasaannya itu.
Akhirnya Labib
mengungkapkan perasaannya kepada Elsa dan ternyata Elsa pun menyukai Labib
sejak awal bertemu. Merekapun sepakat untuk jadian.
Setelah aku mendengar
kabar jadian itu, Labib tiba-tiba berterima kasih padaku dan mentraktirku
semangkuk bakso di kantin sekolah
bersama pacar barunya. Yang tidak lain adalah Elsa.
*****
Memang sudah menjadi
khalayak umum kalau hidup itu tak terlepas dari hubungan persahabatan dan
masalah percintaan. Memang sih dalam hubungan keduanya juga pasti ada masalah
yang kan timbul. Namun anggap saja masalah-masalah itu pelajaran-pelajaran
kehidupan bagi kita.
Jaga terus tali
persahabatan kita. Dengan adanya sahabat, kita bisa saling berbagi masalah yang
kita alami dan kitapun tentunya kan merasa lega. Selain itu, tumbuhkan rasa
cinta dalam diri kita. Karena cinta yang membuat hidup menjadi indah. Namun
jangan salah dalam memberikan cintamu kepada seseorang. Karena suatu saat pasti
kan balik menyakitimu.Cinta bukan hanya untuk seorang kekasih. Namun bisa juga
untuk keluarga, sahabat atau siapapun.Tetaplah berbahagia bersama
sahabat-sahabatmu dan orang-orang yang kau cintai serta mencintaimu.
Komentar:
Menarik.. pesan yang ingin disampaikan mengena. Semangat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar