Pages

Senin, 19 Oktober 2015

Pelajaran 2: Pantun

A.    Pengertian Pantun
Pantun adalah salah satu bentuk puisi lama. Menurut Harun Mat Piah, pantun ialah sejenis puisi pada umumnya, yang terdiri atas empat baris dalam satu rangkap; empat perkataan sebaris; rima akhir a-b-a-b, dengan sedikit variasi dan kekecualian. Tiap rangkap pantun terdiri atas dua unit, yaitu pembayang (sampiran) dan maksud (isi).

B.     Ciri-ciri Pantun
·         Terdiri atas empat baris/larik.
·         Bersajak a-b-a-b.
·         Tiap baris terdiri atas 8-12 suku kata.
·         Dua baris pertama dinamakan sampiran (memuat perumpamaan, ibarat, atau suatu ucapan yang tidak bermakna) dan dua baris berikutnya adalah isi yang berisi tentang nasihat, sindiran, teka-teki, atau guyonan. Sampiran berfungsi sebagai penyelaras rima.


C.     Jenis-jenis Pantun
*      Pantun anak-anak (berisi cerita atau pesan-pesan yang berkenaan dengan kehiduan anak-anak, seperti pentingnya persahabatan, belajar, dan permainan)
Contoh:
Kalau ada kembang yang baru,
Bunga kenanga dikupas jangan.
Kalau ada sahabat baru,
Sahabat lama dibuang jangan.
*      Pantun remaja (berisi percintaan, persahabatan, atau petualangan)
Contoh:
Kembang gula di perigi,
Untuk aku meminum jamu.
Kemanapun kamu pergi,
Aku selalu merindukan kamu.
*      Pantun dewasa (berisi tentang kehidupan keluarga, pekerjaan, atau kemasyarakatan)
Contoh:
Air dalam bertambah dalam,
Hujan di hulu belum lagi teduh.
Hati dendam bertambah dendam,
Dendam dahulu belum lagi sembuh.
*      Pantun nasihat (berisi nasihat dan petuah bijak)
Contoh:
Anak ayam berpuluh-puluh,
Buat barisan di tepi jalan.
Tuntut ilmu bersungguh-sungguh,
Sebagai bekal di hari kemudian.
*      Pantun jenaka (berisi hal-hal yang lucu)
Contoh:
Pohon manggis di tepi rawa,
Tempat kekek tidur beradu.
Sedang menangis nenek tertawa,
Melihat kakek bermain gundu.
*      Pantun teka-teki
Contoh:
Buah budi bedara mengkal,
Masak sebiji di tepi pantai.
Hilang budi bicara akal,
Buah apa tidak bertangkai?
*      Pantun agama
Contoh:
Kemumu di dalam semak,
Jatuh melayang selaranya.
Meski ilmu setinggi tegak,
Tidak sembahyang apa gunanya.

Asam kandis asam gelugur,
Ketiga asam riang-riang.
Menangis di pintu kubur,
Teringat badan tidak sembahyang.
*      Pantun adat
Contoh:
Keduduk di atas tikar,
Uratnya dari Melaka.
Duduk kita di atas tikar,
Hendak membilang adat pusaka.

Keduduk di dalam kuali,
Uratnya sampai Melaka.
Duduk kita dalam negeri,
Elok membilang adat pusaka.
D.    Struktur Kebahasaan
Struktur kebahasaan pada sebuah pantun sering juga diesbut struktur fisik. Struktur fisik tersebut mencakup diksi, bahasa kiasan, imaji, dan bunyi yang terdiri atas rima dan ritme.
*      Diksi (pilihan kata)
Pantun yang lahir pada zaman tradisional, kerap menggunakan diksi yang berkaitan dengan alam dan kehidupan masyarakat saat itu. Diksi tersbut dinamakan juga dengan kata arkais. Apa itu kata arkais?
Diksi yang digunakan pada zaman modern seringkali dihubungkan dengan kondisi masyarakat modern.
*      Bahasa kiasan dan idiom
Bahasa kiasan adalah bahasa yang digunakan pelantun untuk menyatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yang secara tidak langsung mengungkapkan makna.
Ungkapan, atau idiom, adalah gabungan kata yang menimbulkan makna baru sehingga tidak dapat diartikan secara sebenarnya. Misal: besar kepala, panjang tangan, dsb.

  • Banting tulang : kerja keras
  • Gulung tikar : bangkrut
  • Angkat kaki : pergi
  • Naik pitam : marah
  • Buah bibir : topik pembicaraan
  • Angkat tangan : menyerah
  • Meja hijau : pengadilan
  • Buah tangan : oleh-oleh
  • Kutu buku : orang yg suka baca buku
  • Kepala dingin : tenang
  • Jago merah : api kebakaran
  • Bunga tidur : mimpi
  • Bunga desa : gadis desa
  • Panjang tangan : suka mencuri
  • Tinggi hati : sombong
*      Imaji atau citraan
Gambaran yang diciptakan secara tidak langsung, sehingga apa yang digambarkan seolah-olah dapat dilihat (imaji visual), didengar (imaji auditif), atau dirasa (imaji taktil).
*      Rima dan ritme

E.     Puisi Lama
Puisi lama termasuk bagian dalam sastra melayu klasik. Sastra klasik adalah sastra yang tercipta dan berkembang sebelum masuknya unsur-unsur modernisme ke dalam sastra itu. Dalam ukuran waktu, sastra klasik (nusantara) dibatasi sebagai sastra yang berkembang sebelum tahun 1920-an, yakni rentang waktu sebelum lahirnya tren sastra angkatan Balai Pustaka.
Ciri-ciri Sastra Melayu Klasik:
ü  Berkembang secara statis dan memiliki rumus baku: bentuk puisinya terikat oleh aturan-aturan seperti banyaknya larik tiap bait, banyaknya suku kata pada setiap lariknya, dan pola rima akhirnya.
ü  Disampaikan secara lisan dari mulut ke mulut.
ü  Secara umum nama penciptanya tidak diketahui.
a.       Karmina
Karmina disebut juga dengan pantun kilat. Pantun kilat adalah pantun yang terdiri atas dua baris: baris pertama merupakan sampiran dan baris kedua isinya.
Contoh:
Gendang gendut, tali kecapi
Kenyang perut, senanglah hati.
b.      Pantun
c.       Talibun
Talibun adalah pantun yang susunannya terdiri atas enam, delapan, atau sepuluh baris. (Lebih dari empat baris dan jumlah barisnya genap). Pembagian baitnya sama dengan pantun biasa, yakni terdiri atas sampiran dan isi. Jika talibun itu enam baris, maka tiga baris pertama adalah sampiran dan tiga baris berikutnya merupakan isi.
Contoh:
Pandan berbunga hanya lagi, (a)
Anak buaya makan pauh, (b)
Daun digulung di kepala. (c)
Jauh lautan dilayari, (a)
Banyak bahaya yang ditempuh, (b)
Lamun untung bertemu juga. (c)

Sejak berbunga daun pandan, (a)
Banyaklah tikus di pematang, (b)
Anak buaya datang pula, (c)
Daun selasih bertambah banyak. (d)
Sejak semula dagang berjalan, (a)
Tidak putus dirundung malang, (b)
Banyak bahaya yang menimpa, (c)
Lamun kasih berpaling tidak. (d)
d.      Pantun berkait
Pantun berkait adalah pantun yang terdiri atas beberapa bait yang saling sambung menyambung. Hubungannya sebagai berikut:
Baris kedua dan keempat pada bait pertama digunakan kembali pada baris pertama dan baris ketiga pada bait kedua. Begitu seterusnya.
Contoh:
Buah ara, batang dibantun,
Mari dibantun dengan parang.
Hai saudara dengarlah pantun,
Pantun tidak mengata orang.

Mari dibantun dengan parang,
Berangan besar di dalam padi.
Pantun tidak mengata orang,
Janganlah syak di dalam hati.

Berangan besar di dalam padi,
Rumpun buluh dibuat pagar.
Janganlah syak di dalam hati,
Maklum pantun saya baru belajar.

Rumpun buluh dibuat pagar,
Cempedak dikerat-kerati.
Maklumlah pantun saya belajar,
Saya budak belum mengerti.

Cempedak dikerat-kerati,
Batang perepat saya runtuhkan.
Saya budak belum mengerti,
Sebarang dapat saya pantunkan.
e.       Syair
Syair merupakan bentuk puisi klasik yang terpengaruh dari kebudayaan Arab. Ciri-cirinya:
·         Terdiri atas empat baris dalam satu bait;
·         Tiap baris terdiri atas 8-12 suku kata;
·         Tidak memiliki sampiran, semua adalah isi;
·         Berima akhir a-a-a-a.
Kebayakan syair ialah lukisan (penceritaan) yang panjang-panjang, misalnya tentang suatu cerita, suatu nasihat, suatu ilmu, dan lain-lain. Orang membaca syair umumnya bukan untuk merasakan keindahan susunan lukisan dan bunyi, tetapi untuk mendengar ceritanya, yang dibacakan sambil berlagu.

f.       Gurindam
Gurindam sering juga disebut sajak peribahasa. Gurindam terdiri atas dua baris yang berirama. Baris pertama umumnya berupa sebab (hukum, pendirian), sedangkan baris kedua merupakan jawaban atau dugaan.
Gurindam yang terkenal adalah kumpulan gurindam karangan pujangga melayu klasik Raja Ali Haji dengan nama Gurindam Dua Belas. Gurindam tersebut terdiri atas dua belas pasal dan berisi lebih kurang enam puluh empat buah gurindam. Sebenarnya, gurindam bukan kreasi murni rakyat nusantara (Melayu). Puisi ini diperkirakan berasal dari India (Tamil).

g.      Mantra
Mantra dianggap sebagai permulaan bentuk sastra klasik. Mantra adalah bentuk puisi yang berupa gubahan bahasa yang diresapi oleh kepercayaan akan dunia gaib. Irama bahasa sangatlah dipentingkan dengan maksud untuk menciptakan suasana magis. Mantra timbul dari hasil imajinasi atas dasar kepercayaan animisme.
Contoh:
Mantra Penangkap Buaya
Dibacakan waktu menyiapkan umpan untuk memancing buaya yaitu seekor ayam yang ditusuk dengan nibung (bagian yang keras dari pohon enau atau aren) dan diberi bertali:
Hai si Jambu Rakat, sambut pekiriman,
Puteri Runduk di gunung Ledang,
Ambacang masak sebiji bulat,
Penyikat tujuh penyikat,
Pengarang tujuh pengarang,
Diorak dikumbang jangan,
Lulur lalu ditelan,
Kalau tidak kau sambut,
Dua hari, jangan ketiga,
Mati mampek mati mawai,
Mati tersadai pangkalan tambang.
Kalau kau sambut,
Ke darat dapat kau makan,
Ke laut dapat kau minum,
Aku tahu asal kau jadi,
Tulang buku tebu asal kau jadi,
Darah kau gula, dada kau upih,
Gigi kau tunjang berembang,
Ridap kau cucutan atap.

F.      Langkah-langkah Membuat Pantun
Membuat pantun terbilang gampang-gampang susah. Pertama, buat dahulu isinya, kemudian tambahkan sampiran di baris pertama dan kedua.

G.    Analisis Pantun
Analisis pantun bertujuan untuk mengenali secara lebih jelas mengenai struktur dan kaidah pantun tertentu. Sebagai contoh, perhatikan pantun berikut ini.
Susah juga naik pedati,
Halau saja anak kudanya.
Tak usah bangga jadi laki-laki,
Kalau berpantun kau tak bisa.

1.      Analisis Struktur dan Kaidah
Bait puisi lama di atas berkategori pantun. Hal ini tampak dari struktur dan kaidahnya. Semua bait pantun di atas dibentuk oleh empat larik. Dua larik pertama merupakan sampiran dan dua larik terakhir merupakan isi.

2.      Analisis Isi

Isi pantun diwakili oleh tema pantun. Adapun yang dimaksud dengan tema merupakan gagasan pokok yang diungkapkan penyair dalam pantunnya. Keberadaan tema penting untuk menggambarkan isi keseluruhan suatu pantun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar