Story by: Syahnaz Setia
XI-IIS 2
Kalau udah bahas yang
namanya cinta memang enggak ada habisnya. Apa itu cinta? ada banyak sumber yang
mendefinisikan tentang cinta. Bagaimana rasa ketika jatuh cinta itu sendiri?
pasti banyak orang mengatakan “rasa nya jatuh cinta tuh kepikiran si doi
terus,” “kalo lagi jatuh cinta itu, dunia serasa milik berdua.” Tak dapat
dipungkiri lagi, jatuh cinta pasti membuat orang yang sedang merasakannya
seperti di mabuk kepayang. Bawaannya seneng terus, tapi kalau udah putus, galau
merana lah yang dirasakan. Sedih sana-sini, nangis tersedu-sedu liat doi yang
udah jadian lagi, mmm bertolak belakang lah pada saat kita sedang merasakan
jatuh cinta. Apalagi nih, kalau merasakan jatuh cinta bertepuk sebelah tangan,
si doi nya jatuh cinta sama orang lain, padahal kita udah berharap doi bakal
bales perasaan kita. Cinta …… cinta …… memang susah ditebak

Mentari pagi kembali
menampakkan sinarnya. Pancaran sinar mentari membuatku tak kalah semangat untuk
menjalani aktivitas hari ini. Aku pun bergegas mengambil handuk dan seperangkat
alat mandi lantas berlari kecil keluar kamar dan langsung menuruni anak tangga
untuk segera mandi. Selepas itu aku kembali menaiki anak tangga dan dengan
cepat berganti pakaian, karena hari ini aku ada jadwal kuliah pagi jam tujuh
tepat. Namaku Adinda Putri. Panggil saja aku Dinda. Saat ini aku salah satu
mahasiswi di Universitas Negeri terkenal di Bandung, fakultas
tekhnik kimia. Di kota paris van java ini aku tinggal sendiri. Aku anak
sulung dari tiga bersaudara, oleh karena itu aku sudah terbiasa mandiri dan
memang sudah keputusan ku untuk jauh dari orang tua dan berkuliah di luar kota.

“Hai
Din, gimana liburan mu kemarin?” tanya Shella yang langsung menghampiriku.
“Hai
juga Shell, biasa saja, ya begitulah,” jawabku datar, karena mood ku yang lagi tidak enak karena
belum sarapan.
“Aah
kamu mah jawabnya ga semangat gitu. Semangat dooong, masa pagi-pagi lesu gitu.”
“Aku
belum sarapan Shell, mana habis ini langsung mata kuliah math lagi”
“Habis
makul math, sok langsung ke kantin. Nanti aku traktir deh”

Dari
kejauhan, nampak Bapak Dosen mata kuliah matematika, Pak Budi hendak menuju
kelas kami. Aku dan Shella bergegas lari untuk ke kelas sebelum Pak Budi sampai
di kelas terlebih dahulu. Hffft, akhirnya kita berhasil sampai di kelas lebih
dulu. Aku dan Shella pun langsung duduk di bangku pojok hamper paling belakang,
karena memang kami tidak begitu suka dengan mata kuliah matematika.
“Assalamu’alaikum
anak-anak. Selamat pagi, bagaimana kabar kalian semua?” sapa Pak Budi untuk
mengawali mata kuliah pagi hari ini.
“Waalaikumsalam
pak. Alhamdulillah baik pak” jawab kami serempak.
“Oke,
baik Bapak akan beri latihan soal buat
kalian, kerjakan dengan baik lalu kumpulkan.”
Sejenak, kelas terlihat hening. Semua
nampak serius mencatat dan mengerjakan latihan soal yang diberikan oleh Pak
Budi. Selang beberapa saat satu-persatu mengumpulkan hasil jawaban latihan soal
dan berhamburan keluar kelas, karena sudah waktunya untuk istirahat dan
pergantian jam mata kuliah. Aku dan Shella pun langsung bergegas menuju ke
kantin dengan cepat, karena memang perutku yang sedari tadi tak henti-henti nya
berkerucuk.
“Selamat
pagi eneng Dinda dan Shella, mau pesan apa?” tanya abang man yang berjualan
bakso dan mie ayam, tempat langganan kita.
“Pagi
juga bang. Pesan bakso satu, mie ayam satu kuah nya dikit aja ya bang, sama es
jeruk dua” ucapku dengan segera karena memang sudah tidak sabar untuk melahap
bakso yang sudah kupesan tadi.
“Baik
neng, sok atuh duduk dulu, nanti biar Abang Man antarkan.”
“Siap
bang, makasih ya bang.”
Warung bakso dan mie ayam milik
Abang Man memang selalu laris oleh mahasiswa-mahasiswi di kampus ini. Racikan
pada masakan bakso dan mie ayam abang man memiliki khas tersendiri, untuk itu
tak heran setiap hari warung abang man tak pernah sepi pengunjung. Aku dan
Shella pun sudah ber langganan makan ditempat ini, sampai-sampai kita pernah
menghutang karena kebetulan uang saku bulanan kita sudah habis. Abang Man juga
sudah sangat hafal dengan kami yang selalu membeli makanan di warung milik
Abang Man berjualan.
Aku dan Shella duduk di bangku yang
tidak jauh dari tempat Abang Man berjualan. Suasana kantin saat itu tidak
begitu ramai, tetapi tidak sepi juga, mungkin ada yang masih melanjutkan mata
kuliah atau menghabiskan waktu istirahat nya tidak di kantin. Sambil menunggu
makan tiba, aku dan Shella tak henti-henti nya berceloteh ria, dan asik
tertawa. Kami saling bertukar cerita mengenai apapun itu, karena memang sudah
lama kami tak bertemu karena liburan. Beberapa saat kemudian, Abang Man datang
membawa pesanan ku dan Shella.
“Selamat
menikmati neng Dinda dan neng Shella.”
“Siaaap
bang, terimakasih.”
“Sama-sama
neng, abang kembali ya, masih banyak pesanan yang belum abang buat.”
Sebelum aku melahap bakso pesanan
ku, aku memasukkan tiga sendok sambal dan menambah acar sebagai pelengkap ke
dalam mangkok ku. Lain hal nya dengan Shella dia hanya menambahkan saos karena
Shella memang tidak menyukai pedas.
“Eh
Shell, ini beneran kamu yang bayar kan?”
“Iya
din, udah kamu tenang aja, kali ini aku yang traktir kamu.”
“Okee
Shell, makasih banyak ya, kamu memang sahabat terbaikku.”
“Aah
kamu bisa aja. Sok gih dimakan keburu nanti dingin.”

Tak terasa waktu istirahat telah usai. Selepas ini
aku ada praktikum kimia, ini yang paling kutunggu. Aku dan Shella sama-sama
menyukai mata kuliah yang kegiatan nya praktikum. Aku mau bercerita tentang
kegiatan ku selama kuliah ini. Aku dan Shella sama-sama mengikuti organisasi
BEM (semacam OSIS). Tetapi, berbeda di kegiatan ekstra nya aku mengikuti ekstra
English sedangkan Shella mengikuti ekstra seni, yaitu alat musik. Di organisasi
BEM ini aku dan Shella sama-sama menjabat sebagai sekretaris pada komisi A, yakni
yang bekerja di bidang hubungan masyarakat. Selama kegiatan organisasi ini
berlangsung, ketua BEM kami selalu diwakilkan oleh wakilnya, entah kenapa aku
dan Shella juga tak mengerti. Sekarang, ketua BEM kami sudah tiba di kampus.
Nanti seusai kuliah aku dan Shella akan mengikuti rapat rutin BEM yang diadakan
setiap hari Senin di ruang sekretariat. Hffft cukup lelah buat agenda ku hari
ini.
Aku dan Shella penasaran, siapa sih ketua BEM kita?
Aku sih hanya penasaran biasa, berbeda dengan Shella yang selalu mengeluarkan
banyak pertanyaan tentang siapa sesungguhnya ketua BEM kami. Maklum, dia memang
anaknya suka penasaran. Saat rapat rutin kali ini, terjawab sudah pertanyaan
Shella selama ini. Namanya Arandinata Gellio. Biasa dipanggil Randi. Dia anak
dari fakultas tekhnik fisika. Rupanya, semester yang lalu dia jarang terlihat,
karena dia sedang ada urusan di luar kampus. Pantas saja, jarang terlihat,
malah tidak terlihat sama sekali. Shella yang baru kali pertama ini bertemu
secara langsung dengan Randi, langsung dibuat terkesima oleh paras wajahnya.
Padahal menurutku sih tak ada yang menarik dengan wajah Randi.
“Diiin,
Randi ganteng pisan euuy,” ucap Shella kepadaku yang daritadi tak kunjung
melepaskan pandangannya dari wajah Randi.
“Ganteng
dari mana sih Shell, biasa aja ah,” jawabku sambil terus menyimak apa yang
disampaikan oleh ketua BEM kami.
“Aah
seganteng itu kamu enggak bisa liat din? Kayaknya aku jatuh cinta pada pandang
pertama deh Shell sama Randi,” ujar Shella yang tak bosan bercerita walau aku menanggapi
dengan biasa saja.
“Enggak
ada yang namanya jatuh cinta pada pandang pertama Shell, yang ada nafsu pada
pandang pertama. Jadi periksa dulu apa yang kamu rasain ke Randi Shell, jangan
langsung menyimpulkan seperti itu,” ucapku sambil menasehati Shella.
“Iih
beneran Diiin, kamu mah enggak ikutan seneng, malah bilang begitu.”
“Iyadeeh
terserah kamu aja mau gimana, yang jelas menurut ku sih gitu.”

Jam wekerku berbunyi tepat pukul 08.30 wib. Kali ini
jadwal kuliahku berlangsung tidak terlalu pagi, tepatnya jam 09.00 baru
dimulai. Aku bisa sarapan dahulu dan lantas mandi untuk segera berangkat
kuliah. Sesampainya di kampus, Shella menghampiriku dengan wajah yang berbinar,
senang sekali sepertinya dia hari ini, batinku dalam hati.
“Diiiin, kamu harus tau, ternyata aku udah temenan
line sama Randi, dan semalem kamu tau apa? Aku chattingan sama diaaaa” cerita
Shella dengan ekspresi yang begitu bahagia.
“Oalaah, gimana orangnya? Segitu cepatnya kamu dekat
sama dia Shell,” ucapku sambil terus melangkah menuju kelas.
“Dia baik banget kok, yaa memang baru ini sih aku
kenalan sama dia.”
“Menurutku, kamu jangan langsung percaya gitu aja
sama dia Shell, kan kamu juga baru kenal, belum tau dia anak nya gimana,”
pesanku pada Shella.
“Iyaaa deh Diiin, tapi aku seneeeeng banget udah
kenalan sama dia.”
Semenjak Shella dan Randi saling kenal, aku jadi
suka dikacangin mulu sama Shella. Kemana-mana dia asyik ngurusin Randi terus.
Mungkin aku sedang bersama orang yang lagi merasakan jatuh cinta, katanya sih
begitu. Dia jadi sering jalan sama Randi, hampir enggak ada waktu buat aku sama
dia untuk jalan berdua, tak sekedar bertukar cerita. Aku juga mendapat kabar
bahwa ternyata mereka udah jadian. Sikap Shella ke aku juga bisa dibilang
berubah, dia jadi cuek, enggak seperti dulu yang hampir setiap saat selalu
memberi perhatian untukku. Aku bingung mau memberi nasihat dia melewati apa,
aku takut jika nantinya Randi bukan orang yang baik-baik buat Shella. Bagaimana
tidak? Randi memang banyak yang mengidolakan karena wajah nya ganteng, tetapi
tidak buat aku. Randi juga sering berkumpul dengan teman-teman yang bisa
dibilang berandal atau nakal. Aku terus memikirkan bagaimana cara agar Shella
bisa tersadar. Aku pun menemukan sebuah ide, kutulis pesan pada secarik kertas
dengan menggunakan pulpen bertinta biru. Aku menulis sambil memikirkan
bagaimana kata yang tepat dan pas agar Shella tak sakit hati saat membaca surat
dari ku. Isi suratnya begini
“Untuk sahabat terbaikku”
Aku
hanya ingin kamu bahagia, bukan maksud aku menyakiti hatimu. Aku cuma ingin
kamu tidak terjerumus ke jalan yang salah, tapi aku bener-bener takut kalau
kamu terjerumus dan mempunyai masalah. Tapi itu semua hak kamu, aku enggak ada
maksud lain. Aku cuma ingin membawa orang yang aku sayangi ke jalan yang baik.
Selebihnya terserah kamu. Jangan pikir macam-macam, kuharap kamu masih mau
bercerita dengan ku. Maafin aku.
“Dari orang yang merindukan mu”
Begitulah isi surat kecil yang akan kuberikan pada
Shella. Aku akan menaruh diam-diam di dalam tas nya, dibagian kantung kecil
yang ada di depan. Kuharap Shella segera membaca dan dia segera meluangkan
waktu nya untuk bercerita dengan ku dan dia memutuskan untuk berada di jalan
yang benar. Sudah lama aku tidak bertukar cerita dengan dia. Rindu dengan
celotehan dia yang selalu bercerita tanpa henti, tanpa jeda.

Beberapa hari lagi udah hampir kenaikan semester.
Akhirnya Shella mau meluangkan waktunya untuk bertemu dengan ku. Disaat
bertemu, ternyata dia menceritakan tentang Randi, wajah Shella begitu kecewa,
entah ada apa yang terjadi antara Randi dengan Shella, aku juga tak mengerti.
“Diiin, aku sedih, jujur aku kecewaaa bangeeet.
Benar kata mu, kita enggak boleh langsung percaya sama orang yang baru kita
kenal, ternyata Randi pecandu narkoba, Aku baru tau akhir-akhir ini Diiiiiin,
aku harus apaaaaa?” cerita Shella pada ku dengan penuh kesedihan.
“Sudaaah Shell, sekarang yang terpenting jauhi dia,
dan jangan dekat-dekat lagi sama Randi. Masih banyak kan cowo diluar sana yang
lebih baik, Abang Man misalnya,” jawabku sambil bergurau.
“Aaah Dindaa kamu bisa aja. Tapi emang bener,
makasih ya buat surat kecil kemaren, aku juga sadar kok aku udah ada di jalan
yang salah, dan sekarang aku mau memperbaiki diri aku, agar aku terus berada di
jalan yang benar. Makasih ya Diiin.”
“Sama-sama Shell, udah enggak usah sedih, ngapain
orang kayak Randi ditangisin, enggak ada guna nya juga kan hehe…”
“Pokoknyaaa makasiiiiih banyaaaak makasiiiiih
banyaak Diiin, kamu udah menyadarkanku. Makasih banyaaak yaaaa.”
“Siaaaap Shella, sama-sama yaaa.”

Komentar:
Hmm, padahal penulisnya masih SMA, tapi nulisnya
seputar anak kuliah. Hihihi. Oh ya, pastikan bahwa memang ada yang namanya
fakultas teknik kimia atau teknik fisika, ya. Good job.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar