Pages

Minggu, 18 Oktober 2015

Makna Cinta

Story by: Syahnaz Setia
XI-IIS 2

Kalau udah bahas yang namanya cinta memang enggak ada habisnya. Apa itu cinta? ada banyak sumber yang mendefinisikan tentang cinta. Bagaimana rasa ketika jatuh cinta itu sendiri? pasti banyak orang mengatakan “rasa nya jatuh cinta tuh kepikiran si doi terus,” “kalo lagi jatuh cinta itu, dunia serasa milik berdua.” Tak dapat dipungkiri lagi, jatuh cinta pasti membuat orang yang sedang merasakannya seperti di mabuk kepayang. Bawaannya seneng terus, tapi kalau udah putus, galau merana lah yang dirasakan. Sedih sana-sini, nangis tersedu-sedu liat doi yang udah jadian lagi, mmm bertolak belakang lah pada saat kita sedang merasakan jatuh cinta. Apalagi nih, kalau merasakan jatuh cinta bertepuk sebelah tangan, si doi nya jatuh cinta sama orang lain, padahal kita udah berharap doi bakal bales perasaan kita. Cinta …… cinta …… memang susah ditebak
 



            Mentari pagi kembali menampakkan sinarnya. Pancaran sinar mentari membuatku tak kalah semangat untuk menjalani aktivitas hari ini. Aku pun bergegas mengambil handuk dan seperangkat alat mandi lantas berlari kecil keluar kamar dan langsung menuruni anak tangga untuk segera mandi. Selepas itu aku kembali menaiki anak tangga dan dengan cepat berganti pakaian, karena hari ini aku ada jadwal kuliah pagi jam tujuh tepat. Namaku Adinda Putri. Panggil saja aku Dinda. Saat ini aku salah satu mahasiswi di Universitas Negeri terkenal di Bandung, fakultas tekhnik kimia. Di kota paris van java ini aku tinggal sendiri. Aku anak sulung dari tiga bersaudara, oleh karena itu aku sudah terbiasa mandiri dan memang sudah keputusan ku untuk jauh dari orang tua dan berkuliah di luar kota.
                                                                                      
“Hai Din, gimana liburan mu kemarin?” tanya Shella yang langsung menghampiriku.
“Hai juga Shell, biasa saja, ya begitulah,” jawabku datar, karena mood ku yang lagi tidak enak karena belum sarapan.
“Aah kamu mah jawabnya ga semangat gitu. Semangat dooong, masa pagi-pagi lesu gitu.”
“Aku belum sarapan Shell, mana habis ini langsung mata kuliah math lagi”
“Habis makul math, sok langsung ke kantin. Nanti aku traktir deh”
            Shella memang sahabatku yang paling perhatian, tau aja kalau dompetku lagi kosong. Kenalin, Shella Adellia. Panggi saja Shella. Dia sahabat terbaikku sejak aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Saat SMA kita sempat terpisah, karena orang tua Shella yang berpindah-pindah tempat kerja, sehingga Shella pun juga harus ikut pindah sekolah. Pada saat kuliah ini lah aku bertemu kembali dengan Shella. Senang rasanya karena sudah dua tahun aku belum bertemu lagi dengan dia.
            Dari kejauhan, nampak Bapak Dosen mata kuliah matematika, Pak Budi hendak menuju kelas kami. Aku dan Shella bergegas lari untuk ke kelas sebelum Pak Budi sampai di kelas terlebih dahulu. Hffft, akhirnya kita berhasil sampai di kelas lebih dulu. Aku dan Shella pun langsung duduk di bangku pojok hamper paling belakang, karena memang kami tidak begitu suka dengan mata kuliah matematika.
“Assalamu’alaikum anak-anak. Selamat pagi, bagaimana kabar kalian semua?” sapa Pak Budi untuk mengawali mata kuliah pagi hari ini.
“Waalaikumsalam pak. Alhamdulillah baik pak” jawab kami serempak.
“Oke, baik Bapak akan beri latihan soal  buat kalian, kerjakan dengan baik lalu kumpulkan.”
            Sejenak, kelas terlihat hening. Semua nampak serius mencatat dan mengerjakan latihan soal yang diberikan oleh Pak Budi. Selang beberapa saat satu-persatu mengumpulkan hasil jawaban latihan soal dan berhamburan keluar kelas, karena sudah waktunya untuk istirahat dan pergantian jam mata kuliah. Aku dan Shella pun langsung bergegas menuju ke kantin dengan cepat, karena memang perutku yang sedari tadi tak henti-henti nya berkerucuk.
“Selamat pagi eneng Dinda dan Shella, mau pesan apa?” tanya abang man yang berjualan bakso dan mie ayam, tempat langganan kita.
“Pagi juga bang. Pesan bakso satu, mie ayam satu kuah nya dikit aja ya bang, sama es jeruk dua” ucapku dengan segera karena memang sudah tidak sabar untuk melahap bakso yang sudah kupesan tadi.
“Baik neng, sok atuh duduk dulu, nanti biar Abang Man antarkan.”
“Siap bang, makasih ya bang.”
            Warung bakso dan mie ayam milik Abang Man memang selalu laris oleh mahasiswa-mahasiswi di kampus ini. Racikan pada masakan bakso dan mie ayam abang man memiliki khas tersendiri, untuk itu tak heran setiap hari warung abang man tak pernah sepi pengunjung. Aku dan Shella pun sudah ber langganan makan ditempat ini, sampai-sampai kita pernah menghutang karena kebetulan uang saku bulanan kita sudah habis. Abang Man juga sudah sangat hafal dengan kami yang selalu membeli makanan di warung milik Abang Man berjualan.
            Aku dan Shella duduk di bangku yang tidak jauh dari tempat Abang Man berjualan. Suasana kantin saat itu tidak begitu ramai, tetapi tidak sepi juga, mungkin ada yang masih melanjutkan mata kuliah atau menghabiskan waktu istirahat nya tidak di kantin. Sambil menunggu makan tiba, aku dan Shella tak henti-henti nya berceloteh ria, dan asik tertawa. Kami saling bertukar cerita mengenai apapun itu, karena memang sudah lama kami tak bertemu karena liburan. Beberapa saat kemudian, Abang Man datang membawa pesanan ku dan Shella.
“Selamat menikmati neng Dinda dan neng Shella.”
“Siaaap bang, terimakasih.”
“Sama-sama neng, abang kembali ya, masih banyak pesanan yang belum abang buat.”
            Sebelum aku melahap bakso pesanan ku, aku memasukkan tiga sendok sambal dan menambah acar sebagai pelengkap ke dalam mangkok ku. Lain hal nya dengan Shella dia hanya menambahkan saos karena Shella memang tidak menyukai pedas.
“Eh Shell, ini beneran kamu yang bayar kan?”
“Iya din, udah kamu tenang aja, kali ini aku yang traktir kamu.”
“Okee Shell, makasih banyak ya, kamu memang sahabat terbaikku.”
“Aah kamu bisa aja. Sok gih dimakan keburu nanti dingin.”
“Siaap.” ucapku yang langsung melahap habis bakso yang ada di depanku.
                                                                                       
Tak terasa waktu istirahat telah usai. Selepas ini aku ada praktikum kimia, ini yang paling kutunggu. Aku dan Shella sama-sama menyukai mata kuliah yang kegiatan nya praktikum. Aku mau bercerita tentang kegiatan ku selama kuliah ini. Aku dan Shella sama-sama mengikuti organisasi BEM (semacam OSIS). Tetapi, berbeda di kegiatan ekstra nya aku mengikuti ekstra English sedangkan Shella mengikuti ekstra seni, yaitu alat musik. Di organisasi BEM ini aku dan Shella sama-sama menjabat sebagai sekretaris pada komisi A, yakni yang bekerja di bidang hubungan masyarakat. Selama kegiatan organisasi ini berlangsung, ketua BEM kami selalu diwakilkan oleh wakilnya, entah kenapa aku dan Shella juga tak mengerti. Sekarang, ketua BEM kami sudah tiba di kampus. Nanti seusai kuliah aku dan Shella akan mengikuti rapat rutin BEM yang diadakan setiap hari Senin di ruang sekretariat. Hffft cukup lelah buat agenda ku hari ini.
Aku dan Shella penasaran, siapa sih ketua BEM kita? Aku sih hanya penasaran biasa, berbeda dengan Shella yang selalu mengeluarkan banyak pertanyaan tentang siapa sesungguhnya ketua BEM kami. Maklum, dia memang anaknya suka penasaran. Saat rapat rutin kali ini, terjawab sudah pertanyaan Shella selama ini. Namanya Arandinata Gellio. Biasa dipanggil Randi. Dia anak dari fakultas tekhnik fisika. Rupanya, semester yang lalu dia jarang terlihat, karena dia sedang ada urusan di luar kampus. Pantas saja, jarang terlihat, malah tidak terlihat sama sekali. Shella yang baru kali pertama ini bertemu secara langsung dengan Randi, langsung dibuat terkesima oleh paras wajahnya. Padahal menurutku sih tak ada yang menarik dengan wajah Randi.
“Diiin, Randi ganteng pisan euuy,” ucap Shella kepadaku yang daritadi tak kunjung melepaskan pandangannya dari wajah Randi.
“Ganteng dari mana sih Shell, biasa aja ah,” jawabku sambil terus menyimak apa yang disampaikan oleh ketua BEM kami.
“Aah seganteng itu kamu enggak bisa liat din? Kayaknya aku jatuh cinta pada pandang pertama deh Shell sama Randi,” ujar Shella yang tak bosan bercerita walau aku menanggapi dengan biasa saja.
“Enggak ada yang namanya jatuh cinta pada pandang pertama Shell, yang ada nafsu pada pandang pertama. Jadi periksa dulu apa yang kamu rasain ke Randi Shell, jangan langsung menyimpulkan seperti itu,” ucapku sambil menasehati Shella.
“Iih beneran Diiin, kamu mah enggak ikutan seneng, malah bilang begitu.”
“Iyadeeh terserah kamu aja mau gimana, yang jelas menurut ku sih gitu.”
            Tak terasa rapat rutin telah usai. Aku dan Shella berjalan ke gerbang depan dan langsung bergegas pulang. Aku masih heran dengan ucapan Shella tadi, aku tau mungkin Shella memang benar-benar suka dengan Randi, tapi bukan berarti dia bisa menyimpulkan langsung begitu. Dia kan juga belum mengerti Randi itu anaknya seperti apa. Sudahlah, aku hanya bisa menasehati dan mendukung dia di jalan yang benar.
                                                                                       
Jam wekerku berbunyi tepat pukul 08.30 wib. Kali ini jadwal kuliahku berlangsung tidak terlalu pagi, tepatnya jam 09.00 baru dimulai. Aku bisa sarapan dahulu dan lantas mandi untuk segera berangkat kuliah. Sesampainya di kampus, Shella menghampiriku dengan wajah yang berbinar, senang sekali sepertinya dia hari ini, batinku dalam hati.
“Diiiin, kamu harus tau, ternyata aku udah temenan line sama Randi, dan semalem kamu tau apa? Aku chattingan sama diaaaa” cerita Shella dengan ekspresi yang begitu bahagia.
“Oalaah, gimana orangnya? Segitu cepatnya kamu dekat sama dia Shell,” ucapku sambil terus melangkah menuju kelas.
“Dia baik banget kok, yaa memang baru ini sih aku kenalan sama dia.”
“Menurutku, kamu jangan langsung percaya gitu aja sama dia Shell, kan kamu juga baru kenal, belum tau dia anak nya gimana,” pesanku pada Shella.
“Iyaaa deh Diiin, tapi aku seneeeeng banget udah kenalan sama dia.”
Semenjak Shella dan Randi saling kenal, aku jadi suka dikacangin mulu sama Shella. Kemana-mana dia asyik ngurusin Randi terus. Mungkin aku sedang bersama orang yang lagi merasakan jatuh cinta, katanya sih begitu. Dia jadi sering jalan sama Randi, hampir enggak ada waktu buat aku sama dia untuk jalan berdua, tak sekedar bertukar cerita. Aku juga mendapat kabar bahwa ternyata mereka udah jadian. Sikap Shella ke aku juga bisa dibilang berubah, dia jadi cuek, enggak seperti dulu yang hampir setiap saat selalu memberi perhatian untukku. Aku bingung mau memberi nasihat dia melewati apa, aku takut jika nantinya Randi bukan orang yang baik-baik buat Shella. Bagaimana tidak? Randi memang banyak yang mengidolakan karena wajah nya ganteng, tetapi tidak buat aku. Randi juga sering berkumpul dengan teman-teman yang bisa dibilang berandal atau nakal. Aku terus memikirkan bagaimana cara agar Shella bisa tersadar. Aku pun menemukan sebuah ide, kutulis pesan pada secarik kertas dengan menggunakan pulpen bertinta biru. Aku menulis sambil memikirkan bagaimana kata yang tepat dan pas agar Shella tak sakit hati saat membaca surat dari ku. Isi suratnya begini
“Untuk sahabat terbaikku”
Aku hanya ingin kamu bahagia, bukan maksud aku menyakiti hatimu. Aku cuma ingin kamu tidak terjerumus ke jalan yang salah, tapi aku bener-bener takut kalau kamu terjerumus dan mempunyai masalah. Tapi itu semua hak kamu, aku enggak ada maksud lain. Aku cuma ingin membawa orang yang aku sayangi ke jalan yang baik. Selebihnya terserah kamu. Jangan pikir macam-macam, kuharap kamu masih mau bercerita dengan ku. Maafin aku.
“Dari orang yang merindukan mu”
Begitulah isi surat kecil yang akan kuberikan pada Shella. Aku akan menaruh diam-diam di dalam tas nya, dibagian kantung kecil yang ada di depan. Kuharap Shella segera membaca dan dia segera meluangkan waktu nya untuk bercerita dengan ku dan dia memutuskan untuk berada di jalan yang benar. Sudah lama aku tidak bertukar cerita dengan dia. Rindu dengan celotehan dia yang selalu bercerita tanpa henti, tanpa jeda.
                                                                      
Beberapa hari lagi udah hampir kenaikan semester. Akhirnya Shella mau meluangkan waktunya untuk bertemu dengan ku. Disaat bertemu, ternyata dia menceritakan tentang Randi, wajah Shella begitu kecewa, entah ada apa yang terjadi antara Randi dengan Shella, aku juga tak mengerti.
“Diiin, aku sedih, jujur aku kecewaaa bangeeet. Benar kata mu, kita enggak boleh langsung percaya sama orang yang baru kita kenal, ternyata Randi pecandu narkoba, Aku baru tau akhir-akhir ini Diiiiiin, aku harus apaaaaa?” cerita Shella pada ku dengan penuh kesedihan.
“Sudaaah Shell, sekarang yang terpenting jauhi dia, dan jangan dekat-dekat lagi sama Randi. Masih banyak kan cowo diluar sana yang lebih baik, Abang Man misalnya,” jawabku sambil bergurau.
“Aaah Dindaa kamu bisa aja. Tapi emang bener, makasih ya buat surat kecil kemaren, aku juga sadar kok aku udah ada di jalan yang salah, dan sekarang aku mau memperbaiki diri aku, agar aku terus berada di jalan yang benar. Makasih ya Diiin.”
“Sama-sama Shell, udah enggak usah sedih, ngapain orang kayak Randi ditangisin, enggak ada guna nya juga kan hehe…”
“Pokoknyaaa makasiiiiih banyaaaak makasiiiiih banyaak Diiin, kamu udah menyadarkanku. Makasih banyaaak yaaaa.”
“Siaaaap Shella, sama-sama yaaa.”
Dari kisah sahabat ku Shella aku pun jadi bisa memaknai apa itu cinta. Bahwa sejatinya cinta mempunyai makna indah, sakral dan agung. Tak semestinya pula cinta dapat dipermainkan. Begitupun juga hati, tak ada yang bisa menebak, hanya Sang Pencipta lah yang mampu membolak-balikkan hati setiap insan. Tak ada yang salah ketika setiap insan merasakan jatuh cinta, yang salah hanyalah bagaimana cara mencintainya. Untuk itu patut bersyukur apabila kita dapat merasakan nya, gunakan lah perasaan itu untuk hal-hal positif agar senantiasa selalu bersemangat untuk melakukan hal-hal yang positif. Aku senang sahabatku kini nampak lebih dewasa. Dia mulai saat ini selalu menjaga perasaan nya, dan ketika dia merasakan jatuh cinta dia menaruh rasa itu pada sesuatu yang lebih bermanfaat. Dan aku pun akan selalu ingat bahwa sejatinya cinta hakiki hanyalah kepada-Nya dan diberikan oleh-Nya.


Komentar:

Hmm, padahal penulisnya masih SMA, tapi nulisnya seputar anak kuliah. Hihihi. Oh ya, pastikan bahwa memang ada yang namanya fakultas teknik kimia atau teknik fisika, ya.  Good job.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar