Story by: Prita Fiorentina
XI IPS 1
Matahari mulai
bangkit dari peristirahatannya, mengiringi langkah Salsa yang semakin
dipercepat karena jam tangannya menunjukkan pukul 06.50 WIB, karena hari ini
hari Selasa artinya 10 menit lagi bel masuk akan berbunyi. Salsa tidak mau
kalau hari ini ia terlambat untuk kedua kalinya dalam sebulan ini. Dengan
langkah cepat yang mulai berubah menjadi larian, akhirnya Salsa berhasil sampai
di ruang kelas sebelum mendapat omelan lagi dari guru karena telat. Tak
berselang lama, guru yang terkenal karena kedisiplinannya masuk ke ruang kelas Salsa.
“Lo masih
beruntung hari ini Sal!” kata Rania, teman sebangku Salsa sekaligus sahabatnya.
“Iya bener
banget Ran, kalau tadi gue sampe telat...bisa panas telinga gue gara – gara
kena omelan dari Bu Ratih.” jawab Salsa disertai dengan cengiran khasnya setiap
kali bisa lolos dari kata telat.
Jam pertama
hari ini adalah Bahasa Indonesia, pelajaran yang paling menyenangkan bagi Salsa.
Namun pelajaran yang menyenangkan bukan berarti guru pengajarnya juga
menyenangkan, Salsa dan semua temannya setuju dengan pernyataan tersebut. Bu
Ratih yang juga wali kelas Salsa adalah guru yang terkenal karena disiplin
menurut guru lain, tetapi menurut para murid yang diajarnya, Bu Ratih adalah
guru tergalak dari guru – guru galak yang ada di sekolah. Mungkin karena sikap
disiplin yang sangat tinggi dan sering sekali menegur murid yang tidak memakai
atribut sekolah lengkap, menjadikan Bu Ratih terlihat sangat galak dan
menakutkan bagi murid – murid.
Bu Ratih
pergi keluar kelas setelah memberi tugas karena ada tamu yang sudah menunggu di
ruang guru untuk bertemu dengan beliau. Tak beberapa lama ditinggal Bu Ratih,
kelas mulai bersuara dan tidak kondusif.
Rania juga
mulai berbicara kepada Salsa “Sal, lo tau nggak?”
“Enggak”
jawab Salsa santai.
“Ih lo
Sal,gue denger dari guru – guru waktu
gue lewat ruang guru katanya mau ada murid baru pindahan dari Surabaya. Dan gue
denger kalau murid barunya itu cowok....” ungkap Rania dengan semangat.
“Bener nggak
tuh? Dulu juga ada berita kayak gitu tapi ternyata cuma berita miring.” tangkas
Salsa.
“Ya...nggak
tau juga sih.” Jawab Rania dengan bimbang.
Teng....teng....teng...
“Wah
istirahat...ke kantin yuk Sal!” tanya Rania. “Okee...” jawab Salsa.
Sampai di
kantin mereka langsung pesan dua bakso dan dua es teh manis. Waktunya membayar,
Salsa membuka dompetnya dan mengeluarkan sejumlah uang. Lalu terlihat foto
seorang anak perempuan dan anak laki – laki yang hanya diketahui Salsa dan
Rania siapa orang yang ada di foto itu. Setelah membayar, mereka berdua mencari
tempat duduk kosong agar mereka dapat menikmati makanan yang telah mereka beli.
Sambil
mengunyah bakso, Rania tiba – tiba “Sal, lo nggak pernah cerita tentang orang
yang di foto itu kan? Lo cuma ngasih tau namanya aja, sekarang ceritai dong...”
“Emang kenapa
lo minta gue ceritain?” selidik Salsa curiga dengan alis terangkat satu.
“Ya nggak ada
apa – apa sih, gue cuma penasaran aja kenapa foto itu nggak pernah keluar dari
dompet lo dan sebenernya apa sih yang buat itu istimewa buat lo?” telisik Rania.
“Oke gue akan
ceritain ini ke lo, tapi lo harus janji nggak akan ngasih tau ini ke orang
lain!” ujar Salsa
“Gue janji
nggak akan ngasih tau ke orang lain, Cuma lo dan gue yang tau ini.” jawab Rania
meyakinkan.
“Sebenernya
orang yang ada di foto itu namanya Daniel. Daniel itu sahabat gue dari kecil,
rumahnya cuma berjarak dua rumah dari rumah gue dulu yang ada di Bandung. Gue
sama dia biasanya main bareng karena gue memang nggak punya temen selain dia,
jadi gue deket banget sama Daniel. Waktu kita sama – sama kelas 5 SD, dia dan
keluarganya pindah ke Surabaya karena ayahnya harus pindah dinas di kantor
cabang perusahaan tempatnya kerja. Setelah itu gue udah nggak berhubungan lagi
sama Daniel maupun keluarganya. Waktu gue kelas 1 SMP gue pindah ke Jakarta
karena keluarga gue punya bisnis yang harus dikelola. Nggak kerasa udah sekitar
7 tahun gue nggak berhubungan sama Daniel, tapi sampai sekarang gue masih inget
senyum manisnya dan mungkin gue nggak akan pernah lupa. Dia sahabat gue
sekaligus cinta pertama gue. Itu alasan gue nggak pernah ngeluarin foto ini
dari dompet karena cuma ini yang gue punya buat terus inget sama ia. Sampai
sekarang gue masih berharap suatu saat nanti gue bisa ketemu Daniel.” tutur
Salsa dengan lengkap sampai tidak terasa sudah hampir 5 menit lagi bel masuk
berbunyi. Rania hanya bisa mengangguk dan tersenyum mendengar cerita Salsa
tadi.
***
Jam
menunjukkan pukul 07.00 WIB. Bangku Salsa masih kosong, yang tandanya Salsa
belum datang dan terlambat. Bu Ratih masuk ke kelas dengan seorang siswa yang
wajahnya masih asing di sekolah ini. Bu Ratih menjelaskan panjang lebar
mengenai alasan siswa baru itu ke sekolah ini. Siswa baru itu pindahan dari
Surabaya karena alasan ikut ayahnya yang ada pekerjaan di Jakarta. Sebenarnya dia
diberi pilihan ayahnya untuk tetap tinggal bersama pamannya di Surabaya jika
ingin tetap melanjutkan sekolah di sana atau ikut dengan ayahnya ke Jakarta,
lalu ia memilih untuk ikut pindah ke Jakarta bersama ayahnya.
Siswa baru
itu memperkenalkan diri setelah dipersilahkan oleh Bu Ratih “Hai teman – teman
perkenalkan nama saya Daniel Putra Wicaksono biasa dipanggil Daniel. Kebetulan saya
ditempatkan di kelas XI IPA 7 ini, semoga kita dapat bekerja sama dengan baik
dalam hal tugas bersama, terimakasih atas perhatiannya.” Setelah memperkenalkan
diri Daniel duduk di tempat kosong yang kebetulan berada di belakang bangku
Salsa. Sejak Daniel memperkenalkan diri Rania masih bergumam dalam hati “Namanya
Daniel dari Surabaya...? Apa dunia ini sempit sekali? Apa benar itu sahabat
Salsa waktu kecil?”
Tiba – tiba
ada yang mengetuk pintu dan ternyata itu Salsa dengan wajah kelelahan seperti
baru saja lari. Lalu Salsa menghadap Bu Ratih “Maaf Bu, tadi busway nya penuh
terus jadi saya tidak bisa masuk, saya harus menunggu busway selanjutnya agar
saya bisa masuk. Sekali lagi saya minta maaf Bu!”
Jawab Bu
Ratih dengan nada halus yang tak biasanya di ucapkan beliau “O iya, langsung
duduk saja ya...pelajarannya akan dimulai!”
“Baiklah
terimakasih Bu.” jawab Salsa yang kemudian langsung duduk di bangkunya.
Kemudian Bu
Ratih pamit pergi kepada murid – murid karena jam pertama hari Rabu bukan
Bahasa Indonesia melainkan Biologi. Tak lama setelah Bu Ratih keluar kelas,
guru biologi bernama Pak Arya masuk kelas.
Salsa tak
menyadari jika ada anak baru di kelasnya dan kebetulan duduk tepat
dibelakangnya. Baru saja Salsa duduk, Rania langsung ingin memberi tahu sesuatu
“Sal, lo tau nggak kalau dibelakang...” Rania belum selesai bicara tetapi salsa
langsung menyahut “Mending ceritanya nanti aja, gue masih panik nih...tumben
hari ini Bu Ratih baik banget sampai gue nggak kena marah karena telat masuk.
Sekarang nyatet yang ada di papan tulis aja ya!” . Sahut Rania cepat “ Terserah
lo deh.”
***
Kantin jam
pertama lebih ramai dari biasanya, sampai harus antre sekitar 10 menit cuma
buat dapetin dua gelas es teh manis.
Sambil
sesekali menyedot es teh, salsa bertanya ke Rania “Ran, lo tadi mau cerita
apa?”
“Tadi gue mau
bilang kalau ada anak cowok baru pindahan dari Surabaya” jelas Rania.
“Tapi kok
tadi gue nggak lihat ada anak baru...emang namanya siapa?” tanya Salsa.
“Lo sih, tadi
gue mau bilang kalau di belakang lo ada anak baru dari Surabaya namanya
Daniel.” sahut Rania.
Salsa yang
masih minum es tehnya seketika tersedak “Daniel? Dari Surabaya?”
Sahut Rania
cepat “Iya, tadi gue juga sempet mikir kalau itu sahabat masa kecil lo.”
“Habis ini
kita langsung ke kelas aja ya, gue mau lihat anak baru itu!” ajak Salsa.
“Iya Salsa
sayang....”
Saat mereka
berdua kembali ke kelas ternyata anak baru tadi belum ada di kelas, mungkin ia
masih di kantin atau di tempat lain karena memang ini belum waktunya bel masuk
setelah istirahat. Bel sudah berbunyi, tanda istirahat berakhir. Tak berselang
lama dengan bunyi bel, anak baru itu masuk.
Saat anak itu
memasuki pintu kelas, Salsa memperhatikan wajah anak baru itu yang sedang
tersenyum “Ran, senyumnya mirip banget...”
Rania
menanggapi perkataan Salsa dengan alis yang dinaikturunkan “Jangan – jangan
.... memang bener dia itu...”
“Ah udah
ah..apaan sih!” sahut Salsa dengan wajah sedikit memerah. Diam – diam Salsa
masih mencuri – curi pandang ke arah anak baru itu yang duduk tepat di
belakangnya.
“Maaf, ini
pulpen kamu? Aku baru nemuin di bawah bangku kamu.”
“I...Iya
in..ini pulpenku, terimakasih ya!” tutur Salsa dengan terbata – bata dengan
mengambil pulpennya dari anak baru itu. Lalu Anak baru itu menjawab dengan
senyuman yang sejak tadi di perhatikan Salsa. Saat Salsa mengambil pulpen dari
tangan anak baru itu, tanpa sengaja anak baru tadi melihat nama Salsa yang
terdapat di seragamnya dan berkata “Salsabila Anindita” dengan wajah sedikit
heran.
“Iya ada
apa?” jawab Salsa yang dikira dipanggil oleh anak baru itu karena butuh bantuan
atau sesuatu.
“Kamu Salsa?”
“Iya, kenapa
ya?”
“Kamu masih
inget aku? Kita dulu selalu main bareng waktu kecil. Aku Daniel...” jelas
Daniel kepada Salsa yang masih memasang wajah heran.
“Kamu beneran
Daniel sahabat masa kecil aku? Ternyata bener dugaanku kalau kamu itu Daniel
yang aku kenal dulu. Walaupun wajah kamu sudah sedikit berubah, tapi senyumanmu
masih tidak berubah, selalu manis.” balas Salsa dengan wajah yang berseri –
seri.
“Gimana
ceritanya kamu bisa sampai sekolah di sini?” sambung Salsa
“Biasalah,
aku ikut ayah karena ada urusan pekerjaan. Tapi sebenernya ayah ngasih pilihan
ke aku, aku bisa tetap tinggal di Yogyakarta bersama paman atau ikut ayah ke
Jakarta. Karena aku ingin selalu deket ayah, jadinya aku ikut ke Jakarta
deh...” tutur Daniel.
***
Tiga bulan
telah berlalu dengan sangat cepat tanpa disadari oleh mereka. Daniel dan Salsa
semakin hari semakin dekat, mereka bertiga ditambah dengan Rania tentunya,
selalu melakukan kegiatan yang ada disekolah bersama sampai – sampai makan di
kantin pun bersama. Salsa yang selalu bicara pakai ‘lo gue’ mendadak berubah
jadi ‘aku kamu’ sejak ada Daniel, entah apa alasannya.
Saat mereka
sedang tertawa bersama karena suatu topik “Sal, kamu dari dulu nggak berubah
ya...apapun yang terjadi selalu ceria” tutur Daniel dengan memandang Salsa
“Ya elah,
Salsa kan memang gitu orangnya, telat masuk aja masih bisa ketawa.” sahut
Rania.
“Hehe..nggak
papa lah hidup kan cuma sekali, jadi nikmati aja selagi bisa!” tutur Salsa
membela diri.
Entah kenapa,
Daniel mendadak diam dan ekspresi wajahnya berubah seperti ada sesuatu yang
sedang disembunyikan.
“Kamu lagi
ada masalah? Kalau ada cerita aja, aku mau dengerin kok!” ujar Salsa ketika
melihat ekspresi Daniel yang mendadak berubah.
“Enggak kok,
nggak ada masalah. Eh udah jam segini nih, masuk kelas yuk...bentar lagi bel
masuk!” sangkal Daniel.
Rania menolak
ajakan Daniel “Bentar dulu...di sini dulu aja, tunggu sampai bel bunyi baru ke
kelas! Kan habis ini pelajaran Bahasa Inggris, gurunya kan baik banget jadi
nggak mungkin marah.”
“Ya udah
kalau kalian berdua ke kelas nanti, aku ikut kalian aja.” sahut Daniel.
“Beneran
nanti aja nggak apa – apa?” tanya Salsa memastikan.
Sahut Daniel
dengan senyuman “Iya beneran Salsa.”
***
Pelajaran
baru dimulai sekitar 15 menit tetapi Daniel sudah minta ijin ke toilet, padahal
sebelum masuk ke kelas setelah dari kantin tadi Daniel sudah ke kamar mandi.
Atau mungkin ia sedang sakit perut karena waktu di kantin tadi ia makan bakso
yang diberi tiga sendok sambal oleh ia sendiri.
Setelah dari
kamar mandi wajah Daniel terlihat pucat seperti sedang sakit. Karena guru
Bahasa Inggris yang sedang mengajar sangat perhatian, Beliau langsung bertanya
“Daniel, kamu sakit? Wajahmu pucat sekali, kalau sakit lebih baik ke UKS saja!”
Daniel
menjawab dengan lemas “Saya masih kuat bu, lebih baik saya tetap di kelas
saja.”
“Baiklah jika
seperti itu.”
Salsa dengan
cekatan menghadap ke belakang setelah Daniel selesai bicara dengan guru Bahasa
Inggris itu “Kamu baik – baik aja kan? Wajahmu pucat banget .”
“Aku baik –
baik aja, makasih karena udah perhatian.” jawab Salsa disertai anggukan yang
telihat lemas.
Salsa hanya
menanggapi jawaban Daniel dengan senyuman, setelah itu ia menghadap ke depan
kembali. Namun Salsa sedang memikirkan sesuatu, beberapa minggu ini tanpa
disadari oleh Daniel, Salsa memperhatikan Daniel sering menahan sakit dengan
mata sedikit disipitkan dan tangan yang memegangi perut. Salsa tidak tahu apa
yang sebenarnya terjadi kepada Daniel karena Daniel tidak pernah ingin
bercerita tentang masalah yang sedang ia alami. Daniel merupakan orang yang
lebih suka mendengarkan daripada didengarkan.
Rania
membuyarkan pemikiran Salsa tentang Daniel dengan senggolan tangan sampai
sedikit menggerakan badan Salsa “Nah lo...lagi mikirin apa?”
“Apaan sih...
ganggu aja.”
“Ya udah terserah
lo...!”
***
Hari ini
adalah hari Minggu dan hari ini Salsa sedang tidak ada kegiatan bersama teman –
temannya. Salsa sengaja mendatangi tempat tinggal Daniel saat Daniel sedang tidak
di rumah. Yang ingin ia kunjungi hari ini bukan Daniel melainkan ibu Daniel
karena ada sesuatu yang ingin ia tanyakan kepada ibu Daniel.
Salsa mulai
menekan tombol bel yang ada di dekat pintu masuk. Tak berselang lama, seorang
wanita yang membuka pintu “Maaf mau cari siapa ya?”
“Tante Salma,
saya Salsa. Tante masih ingat saya kan?” Salsa berbicara dengan raut wajah
bahagia.
Tanya Salma
masih sedikit berpikir, mengingat kembali memorinya yang sebagian kecil mungkin
sudah tidak diingat sama sekali “Salsa...ini benar Salsa anak Pak Han dan Bu
Marta?”
“Iya tante.”
“Silahkan
duduk Salsa, mau minum apa?”
“Aduh tante,
nggak usah repot – repot!”
Tante
berbicara sambil meletakkan segelas jus jeruk di depan Salsa “Nggak ngrepotin
kok, lagi pula kamu baru pertama kali main ke sini. Ini silahkan diminum.”
“Terimakasih
tante”
“Salsa kesini
kok waktu Daniel lagi nggak di rumah!”
Salsa
perlahan mulai menceritakan tujuannya ke rumah itu “Begini tante, maaf
sebelumnya kalau saya lancang tanya seperti ini. Beberapa minggu ini saya
memperhatikan Daniel, dia seperti kurang sehat dan sering terlihat pucat. Saya
juga pernah tidak sengaja melihat dia menahan sakit dan memegang perut bagian
atasnya. Sebenarnya Daniel lagi sakit apa tante? Saya Cuma ingin tau keadaan
Daniel, barangkali saya juga bisa membantu dia.”
Raut wajah
tante Salma berubah menjadi sedih saat Salsa mulai menanyakan keadaan Daniel
sebenarnya “Tante seharusnya tidak membicarakan ini kepada orang lain karena
Daniel yang meminta itu, tapi karena kamu sahabatnya...jadi tante akan
ceritakan ini. Daniel sebenarnya mengidap kanker pankreas sejak setahun yang
lalu. Kanker pankreas tidak mudah diketaui gejalanya, karena itu terlihat
seperti sakit perut biasa. Saat Daniel didiagnosa oleh dokter bahwa dia
mengidap kanker pankreas, itu sudah sangat parah karena memasuki stadium 4.
Kanker pankreas ini cepat sekali menyebar dan sulit untuk dideteksi. Dokter
mendiagnosa bahwa umur Daniel sudah tidak lama lagi, tapi tante percaya kepada
Tuhan bahwa semua itu sudah diatur sebaik mungkin oleh-Nya. Saat ini Daniel
hanya bergantung pada terapi dari dokter dan obat – obatan yang dapat
mengurangi rasa sakitnya.” Tante Salma menceritakan itu semua disertai air mata
yang terus menerus mengalir.
“Tapi Daniel nggak pernah memberitahu saya
tante!”
“Daniel tidak
ingin orang lain tahu dan merasa kasihan kepadanya, apalagi melihat orang yang
disayanginya sedih karena tahu keadaannya yang sebenarnya.” Jelas tante dengan
berlinangan air mata.
Salsa tidak
bisa berkata – kata lagi karena sekarang tenggorokannya terasa sangat sakit dan
air matanya terus mengalir. “Daniel sebenarnya menyukaimu, sejak keluarga kami
pindah dari Bandung, dia tidak pernah berhenti berharap agar suatu saat nanti
bisa bertemu denganmu lagi. Dan akhirnya sekarang kalian bisa bertemu lagi, dia
tidak berhenti untuk menceritakanmu setiap harinya. Tapi sampai sekarang dia
tidak pernah mengungkapkan semua perasaannya kepadamu karena dia tidak ingin
kamu merasa kehilangan jika suatu hari nanti dia dipanggil oleh Tuhan.” Lanjut
tante dengan air mata yang semakin deras mengalir.
“Maaf tante,
karena selama ini saya tidak tahu semua itu.”
“Salsa, tante
mohon kamu jangan menceritakan semua ini kepada siapapun dan jangan biarkan
Daniel mengetahui bahwa kamu tahu itu semua dari tante ya...! Cukup jaga dia
dan selalu awasi dia!”
“Baik tante,
saya tidak akan memberitahukan ini kepada siapapun. Saya juga akan mengawasi
dan menjaga Daniel.”
***
Hari Senin tepatnya sepulang sekolah, Salsa dan Daniel
memiliki janji untuk makan bersama di Mall dekat sekolah mereka. Mereka memilih
restoran Jepang karena mereka berdua sama – sama menyukai hal – hal berbau
Jepang.
Makanan
mereka telah tiba, kemudian mereka mulai menyantap makanan mereka. Sembari
menyantap makanan, Daniel memecahkan keheningan yang terjadi di antara mereka.
“Sal, aku mau bicara sesuatu ke kamu.”
“Iya silahkan
kamu mau bicara apa?” jawab Salsa
“Sebenernya
aku udah lama nyimpen semua ini. Sal, aku sayang kamu lebih dari sekedar
sahabat, aku mau hubungan kita lebih dari sekedar sahabat. Tapi sebelumnya ada
rahasia lain, aku udah sekitar setahun punya...” Daniel belum sempat selesai
mengutarakan kalimatnya tetapi Salsa langsung menyahut.
“Aku udah
tahu semua kok, tapi aku tau dari mana itu nggak penting.” Sahut Salsa
“Jadi?? Tapi
kamu tau kan umur aku nggak lama lagi? Kamu tetep mau jadi...”
“Iya aku tau
kok, aku tetep mau jadi pacar kamu, aku akan nemenin kamu dan selalu dukung
kamu.” Jawab Salsa sembari tersenyum manis.
“Makasih
Salsa!”
Tetapi semua
senyuman itu berubah ketika tiba – tiba Daniel kesakitan lalu pingsan. Salsa
langsung menelpon ambulance dan mama Daniel. Tak berselang lama ambulance
datang langsung mengangkut tubuh Daniel dan segera dibawa ke rumah sakit
diikuti dengan Salsa di ambulance tersebut.
Tante Salma
tak kuasa menahan tangis saat tiba di depan ruang IGD salah satu rumah sakit
swasta di Jakarta. Salsa dan orangtua Daniel menunggu cemas di depan ruang IGD
karena sudah hampir satu jam belum ada kabar dari dokter yang menangani Daniel.
***
Sudah sekitar
seminggu Daniel terbaring koma di ruang ICU, namun Salsa selalu setia
menjenguknya setiap hari. Salsa selalu menceritakan semua hal yang terjadi di
sekolah kepada Daniel yang masih terbaring tak berdaya. Salsa menangis
berbicara dalam hai kalau semua ini terlalu terlambat, dia baru beberapa bulan
dipertemukan lagi dengan Daniel tetapi sekarang keadaan Daniel seperti ini.
Salsa hanya bisa bersabar dan berdoa semoga ada keajaiban untuk Daniel.
Tiba – tiba
keadaan Daniel kembali menurun, seketika Salsa memanggil dokter lalu keluar untuk
menunggu dokter itu memeriksa Daniel. Salsa berharap tidak mendengar berita
buruk dari dokter itu. Dokter itu keluar dengan memberi tau bahwa Daniel tidak
bisa diselamatkan. Saat itu juga hati Salsa seperti terlindas, hancur sehancur
– hancurnya. Air mata orang tua Daniel pun tak dapat terbendung.
Di hari
pemakaman semua teman sekelas Salsa dan Daniel datang untuk melihat Daniel yang
terakhir kalinya. Terlihat pula Rania yang memeluk dan menenangkan Salsa. Semua
yang datang ke pemakaman Daniel turut berbela sungkawa.
Setelah
rangkaian acara pemakaman itu selesai, semua pelayat meninggalkan tempat itu
satu per satu namun tidak dengan Salsa. Salsa beranjak mendekati nisan Daniel
dan menyentuhnya dengan perlahan. Aku akan datang lagi untuk mengunjungimu dan
akan selalu menceritakan semua yang aku alami agar kau tidak kesepian! ucap
Salsa dalam hati. Setelah sekitar setengah jam, Salsa berdiri melangkah
meninggalkan makam Daniel.
Hidup Salsa
harus dan akan terus berlanjut walaupun tak ada lagi Daniel di sisinya, namun
Salsa masih memiliki seorang sahabat lagi yang selalu setia menemaninya saat
susah maupun senang. Mengingat masih ada Rania di sisinya, senyum manis Salsa
mulai nampak lagi setelah semua kesedihan yang selama ini menutupi itu.
Komentar:
Cerita
yang bagus, endingnya mengharukan. Tentu saja tidak semua cerita berakhir
dengan happy ending kan? Semangat, Prita!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar