Story by: Hanifah Intan
XI-IIS 2
“Surat apa ini?” Tanya wanita itu kebingungan.
Dibacanya surat itu dengan perlahan
“Maaf sebelumnya jika saya menaruh anak saya di depan panti asuhan ibu, saya bingung harus menitipkan anak saya di mana. Mungkin Anda berpikir jika saya ini Ibu yang tidak bertanggung jawab, namun keadaannya saat ini harus membuat saya tega melakukan semua ini. Jika sudah tepat waktunya, saya akan mengambil kembali anak saya. Dan sebelah surat ini ada sebuah kalung, tolong Ibu kasihkan pada anak saya. Supaya saya dapat dengan mudah mengenali anak saya. Terima kasih”
“Kasihan sekali bayi ini” Kata wanita itu yang iba kepada bayi tersebut.
“Nabila Azzahra” Wanita itu membaca kalung yang ia temukan di sebelah surat.
“Mulai saat ini Bunda akan memberi namamu Nabila Azzahra, seperti yang tertera di kalung ini dan Bunda janji akan merawat kamu layaknya anak Bunda sendiri” Tegas wanita itu. Yah, dia adalah Bunda, pemilik panti asuhan.
“Maaf sebelumnya jika saya menaruh anak saya di depan panti asuhan ibu, saya bingung harus menitipkan anak saya di mana. Mungkin Anda berpikir jika saya ini Ibu yang tidak bertanggung jawab, namun keadaannya saat ini harus membuat saya tega melakukan semua ini. Jika sudah tepat waktunya, saya akan mengambil kembali anak saya. Dan sebelah surat ini ada sebuah kalung, tolong Ibu kasihkan pada anak saya. Supaya saya dapat dengan mudah mengenali anak saya. Terima kasih”
“Kasihan sekali bayi ini” Kata wanita itu yang iba kepada bayi tersebut.
“Nabila Azzahra” Wanita itu membaca kalung yang ia temukan di sebelah surat.
“Mulai saat ini Bunda akan memberi namamu Nabila Azzahra, seperti yang tertera di kalung ini dan Bunda janji akan merawat kamu layaknya anak Bunda sendiri” Tegas wanita itu. Yah, dia adalah Bunda, pemilik panti asuhan.
“Sebentar Bunda ambilkan kalungnya” Ucap Bunda setelah selesai bercerita.
Nabila hanya bisa menangis setelah mendengar cerita dari Bunda tentang asal-usul dirinya.
“Ini kalungnya” Kata Bunda menyerahkan sebuah kalung pada Nabila.
“Hiks! hiks! hiks! Mamah, Papah” Gumam Nabila sambil memegang erat kalung tersebut.
“Sekarang kamu percaya kan bahwa kamu itu bukan anak haram?” Tanya Bunda pada Nabila.
Nabila mengangguk, lalu memeluk Bunda dengan erat.
Nabila hanya bisa menangis setelah mendengar cerita dari Bunda tentang asal-usul dirinya.
“Ini kalungnya” Kata Bunda menyerahkan sebuah kalung pada Nabila.
“Hiks! hiks! hiks! Mamah, Papah” Gumam Nabila sambil memegang erat kalung tersebut.
“Sekarang kamu percaya kan bahwa kamu itu bukan anak haram?” Tanya Bunda pada Nabila.
Nabila mengangguk, lalu memeluk Bunda dengan erat.
Keesokan harinya.
“Pagi Bil” Sapa Dena.
“Pagi juga Den” Balas Nabila.
“Gimana besok? Siap?” Tanya Dena.
“Siap gak siap, harus siap” Jawab Nabila.
“Emm” Gumam Dena sambil melihat-lihat Nabila dari bawah sampai atas.
“Kenapa Den?” Tanya Nabila yang bingung dengan kelakuan sahabatnya itu.
“Kalung baru nih” Pekik Dena.
“Yeee.. kirain apa” Jawab Nabila lalu pergi meninggalkan Dena.
“Pagi Bil” Sapa Dena.
“Pagi juga Den” Balas Nabila.
“Gimana besok? Siap?” Tanya Dena.
“Siap gak siap, harus siap” Jawab Nabila.
“Emm” Gumam Dena sambil melihat-lihat Nabila dari bawah sampai atas.
“Kenapa Den?” Tanya Nabila yang bingung dengan kelakuan sahabatnya itu.
“Kalung baru nih” Pekik Dena.
“Yeee.. kirain apa” Jawab Nabila lalu pergi meninggalkan Dena.
“Nabila tunggu” Teriak Dena.
“Kok gue ditinggalin sih” Marah Dena yang kini telah sejajar dengan Anisa.
“Kamu jalannya lama” Balas Nabila.
“Huh, Btw lo belum jawab pertanyaan gue” Ucap Dena.
“Yang mana?” Tanya Nabila.
“Yang tentang kalung” Jawab Dena .
“Oh, kalung Ini pemberian orangtua kandungku, tadi malam Bunda memberikannya” Jelas Nabila sambil memegang kalungya.
“Oh” Jawab Dena.
“Ya udah yuk ke kelas” Ajak Nabila.
“Yuk” Balas Dena.
“Kok gue ditinggalin sih” Marah Dena yang kini telah sejajar dengan Anisa.
“Kamu jalannya lama” Balas Nabila.
“Huh, Btw lo belum jawab pertanyaan gue” Ucap Dena.
“Yang mana?” Tanya Nabila.
“Yang tentang kalung” Jawab Dena .
“Oh, kalung Ini pemberian orangtua kandungku, tadi malam Bunda memberikannya” Jelas Nabila sambil memegang kalungya.
“Oh” Jawab Dena.
“Ya udah yuk ke kelas” Ajak Nabila.
“Yuk” Balas Dena.
Ketika mereka akan memasuki kelas, mereka dihadang oleh Clara cs.
“Eh, lo anak haram! punya nyali juga lo ikut lomba” Kata Clara dengan nada menyindir.
“Masalah buat lo? Oh.. gue tahu lo takut kesaing kan sama Nabila” Jawab Dena.
“Gue gak ngomong ya sama lo ya, gue ngomong sama ini anak haram” Bentak Clara sambil menunjuk Dena.
“Guys” Panggil Clara pada csnya.
“Siap, Ra” Balas mereka -Clara cs- yang seakan mengerti maksud dari Clara memanggil mereka.
“Eh, apa-apa nih” Pekik Dena saat kedua tangannya dipegangi oleh anak buah Clara.
“Eh lo Anak haram” Bentak Clara sambil mengangkat dagu Nabila.
“Gue saranin mending lo mundur dari lomba itu, karena anak haram kayak lo tu gak pantes ikut lomba” Ucap Clara sambil melepaskan dagu Nabila dengan kasar.
“Aku gak akan pernah mundur dari lomba itu” Jawab Nabila dengan suara lantang.
“Eh, lo anak haram! punya nyali juga lo ikut lomba” Kata Clara dengan nada menyindir.
“Masalah buat lo? Oh.. gue tahu lo takut kesaing kan sama Nabila” Jawab Dena.
“Gue gak ngomong ya sama lo ya, gue ngomong sama ini anak haram” Bentak Clara sambil menunjuk Dena.
“Guys” Panggil Clara pada csnya.
“Siap, Ra” Balas mereka -Clara cs- yang seakan mengerti maksud dari Clara memanggil mereka.
“Eh, apa-apa nih” Pekik Dena saat kedua tangannya dipegangi oleh anak buah Clara.
“Eh lo Anak haram” Bentak Clara sambil mengangkat dagu Nabila.
“Gue saranin mending lo mundur dari lomba itu, karena anak haram kayak lo tu gak pantes ikut lomba” Ucap Clara sambil melepaskan dagu Nabila dengan kasar.
“Aku gak akan pernah mundur dari lomba itu” Jawab Nabila dengan suara lantang.
“Berani juga lo, rasain nih” Balas Clara yang ingin menampar Nabila namun
Nabila menahannya.
“Selama ini aku selalu diam jika kamu mengejekku, tapi kali ini kesabaranku sudah habis” Ucap Anisa melepaskan tangan Clara.
“Selama ini aku selalu diam jika kamu mengejekku, tapi kali ini kesabaranku sudah habis” Ucap Anisa melepaskan tangan Clara.
Clara yang tidak terima dengan perlakuan Nabila, mendorong Nabila hingga
kepala Nabila terbentur tembok dan berdarah.
“Ya ampun Nabila” Pekik Dena.
“Lepasin gue” Bentak Dena pada anak buah Clara dan langsung berlari ke arah Nabila.
“Nabila, Nabila lo gak apa-apa kan?” Tanya Dena khawatir.
“Aku gak apa-apa kok” jawab Nabila.
“Heh Clara! lo keterlaluan ya, lihat nih Nabila kepalanya berdarah” Bentak Dena pada Nabila.
“Udahlah Den aku gak apa-apa kok” Ucap Nabila lirih.
“Tapi kepala kamu berdarah, mending sekarang kita ke UKS biar gue obatin luka lo” Saran Dena dan dibalas dengan anggukkan Nabila.
“Ya ampun Nabila” Pekik Dena.
“Lepasin gue” Bentak Dena pada anak buah Clara dan langsung berlari ke arah Nabila.
“Nabila, Nabila lo gak apa-apa kan?” Tanya Dena khawatir.
“Aku gak apa-apa kok” jawab Nabila.
“Heh Clara! lo keterlaluan ya, lihat nih Nabila kepalanya berdarah” Bentak Dena pada Nabila.
“Udahlah Den aku gak apa-apa kok” Ucap Nabila lirih.
“Tapi kepala kamu berdarah, mending sekarang kita ke UKS biar gue obatin luka lo” Saran Dena dan dibalas dengan anggukkan Nabila.
Setelah sampai di UKS, Dena segera mengobati luka Nabila.
“Bil lo kok gak balas sih perlakuan Clara tadi” Kata Dena memulai pembicaraan.
“Udahlah Den, Clara kan gak sengaja ngedorong aku” Jawab Nabila.
“Gak sengaja gimana? Udah jelas-jelas dia sengaja ngedorong lo” Balas Dena dengan nada agak tinggi.
“Lagian aku gak apa-apa kok, Dena” Jawab Nabila lagi.
“lo tuh terlalu baik tahu gak” Pekik Dena yang bingung dengan jalan pikiran sahabatnya itu dan Nabila hanya membalas Dena dengan senyuman.
“Bil lo kok gak balas sih perlakuan Clara tadi” Kata Dena memulai pembicaraan.
“Udahlah Den, Clara kan gak sengaja ngedorong aku” Jawab Nabila.
“Gak sengaja gimana? Udah jelas-jelas dia sengaja ngedorong lo” Balas Dena dengan nada agak tinggi.
“Lagian aku gak apa-apa kok, Dena” Jawab Nabila lagi.
“lo tuh terlalu baik tahu gak” Pekik Dena yang bingung dengan jalan pikiran sahabatnya itu dan Nabila hanya membalas Dena dengan senyuman.
Hari ini adalah hari di mana Lomba Menyanyi Tingkat Nasional dimulai.
Nampak dua orang gadis sedang mengobrol di backstage.
“Dena, aku takut” Ucap Nabila.
“Kenapa harus takut?” Tanya Dena.
“Aku takut, aku bakal ngecewain kamu” Balas Nabila menunduk.
“Nabila, kalau lo gak mau ngecewain gue lo harus optimis dong, lo harus tunjukin kalau lo itu bisa” Jawab Dena.
“Makasih ya Dena, aku sayang banget sama kamu” Ucap Nabila memeluk Dena sahabatnya.
“Gue juga sayang banget sama lo” Jawab Dena dan membalas pelukan Nabila.
“Aku janji aku pasti akan menang dan aku akan persembahkan piala kemenangan itu buat kamu” Batin Nabila.
“Ya udah cepet gih dandan acaranya mau dimulai loh” Kata Dena melepaskan pelukan Nabila.
“Eh iya, aku jadi lupa” Jawab Nabila.
“Ya udah aku siap-siap dulu ya” Tambah Nabila.
“Oke Nabila lophe lophe-ku” Balas Dena.
“Kenapa harus takut?” Tanya Dena.
“Aku takut, aku bakal ngecewain kamu” Balas Nabila menunduk.
“Nabila, kalau lo gak mau ngecewain gue lo harus optimis dong, lo harus tunjukin kalau lo itu bisa” Jawab Dena.
“Makasih ya Dena, aku sayang banget sama kamu” Ucap Nabila memeluk Dena sahabatnya.
“Gue juga sayang banget sama lo” Jawab Dena dan membalas pelukan Nabila.
“Aku janji aku pasti akan menang dan aku akan persembahkan piala kemenangan itu buat kamu” Batin Nabila.
“Ya udah cepet gih dandan acaranya mau dimulai loh” Kata Dena melepaskan pelukan Nabila.
“Eh iya, aku jadi lupa” Jawab Nabila.
“Ya udah aku siap-siap dulu ya” Tambah Nabila.
“Oke Nabila lophe lophe-ku” Balas Dena.
“Mari kita beri tepuk tangan yang meriah untuk Nabila Azzahra dari SMA bintang” Teriak
pembawa acara tersebut.
“Terima kasih” Balas Nabila.
“Lagu ini saya persembahkan untuk Bunda yang telah membesarkan saya hingga saya dapat berdiri di panggung yang mewah ini dan untuk Mamah saya yang telah melahirkan saya” Tambah Nabila.
“Terima kasih” Balas Nabila.
“Lagu ini saya persembahkan untuk Bunda yang telah membesarkan saya hingga saya dapat berdiri di panggung yang mewah ini dan untuk Mamah saya yang telah melahirkan saya” Tambah Nabila.
… Kata mereka diriku
Slalu dimanja
Kata mereka diriku
Slalu ditimang
Ooo.. Bunda adadan tiada dirimu kan selalu
Ada di dalam hatiku
Slalu dimanja
Kata mereka diriku
Slalu ditimang
Ooo.. Bunda adadan tiada dirimu kan selalu
Ada di dalam hatiku
Prok.. prok.. prok -suara tepuk tangan penonton.
“Wow amazing, suara yang bagus” Puji pembawa acara tersebut.
“Terima kasih” Ucap Nabila.
“Wow amazing, suara yang bagus” Puji pembawa acara tersebut.
“Terima kasih” Ucap Nabila.
“Nabila suara lo bagus banget, gue sampai nangis tau gak, denger lo
nyanyi” Puji Dena pada Nabila yang
sudah turun dari panggung.
“Bisa aja kamu Den” Jawab Nabila.
“Bisa aja kamu Den” Jawab Nabila.
“Kini tiba saat yang paling mendebar-debarkan, siapakah yang akan menang?”
Tanya pembawa acara pada penonton.
“Dena” Panggil Nabila sambil menggenggam erat tangan Dena.
“Udah lo tenang aja, Bil” Balas Dena .
“Dena” Panggil Nabila sambil menggenggam erat tangan Dena.
“Udah lo tenang aja, Bil” Balas Dena .
“Dan… pemenangnya adalah… Anisa Ratih dari SMA BINTANG!!!” Teriak pembawa
acara itu.
“Bil, lo menang Bil” Teriak Dena senang.
“Bil… Nabila” Panggil Dena, namun tak ada jawaban dari Nabila.
“Nabila!!” Pekik Dena yang melihat Nabila tergeletak di lantai dengan darah segar mengalir di hidungnya.
“Nabila lo kenapa, Bil?” Tanya Dena .
“Nabila bangun” Lanjut Dena sambil menggoyang-goyangkan tubuh mungil Nabila.
“Untuk Nabila Azzahra dimohon untuk naik ke atas panggung” Pinta pembawa acara itu.
“Bil, lo menang Bil” Teriak Dena senang.
“Bil… Nabila” Panggil Dena, namun tak ada jawaban dari Nabila.
“Nabila!!” Pekik Dena yang melihat Nabila tergeletak di lantai dengan darah segar mengalir di hidungnya.
“Nabila lo kenapa, Bil?” Tanya Dena .
“Nabila bangun” Lanjut Dena sambil menggoyang-goyangkan tubuh mungil Nabila.
“Untuk Nabila Azzahra dimohon untuk naik ke atas panggung” Pinta pembawa acara itu.
“Bil, kapan sih lo bangun? Gue kangen sama lo, gue kangen saat kita
tertawa bersama, saat kita menangis bersama, saat lo ceramahin gue dengan
kata-kata bijak lo. Gue kangen itu semua, Bil. Gue kangen” Tangis seorang gadis
yang melihat satu-satunya sahabat yang sangat ia sayangi tergeletak di ranjang
Rumah Sakit.
Gadis itu adalah Dena. Semenjak kejadian dua hari yang lalu Nabila tidak
sadarkan diri. Hal ini membuat Dena bingung harus berbuat apa agar Nabila dapat
terbangun.
Sementara di panti asuhan terlihat wanita beserta dua orang bodyguardnya sedang mengusir bunda dan anak-anak panti.
Sementara di panti asuhan terlihat wanita beserta dua orang bodyguardnya sedang mengusir bunda dan anak-anak panti.
“Saya mohon Bu, berikan saya waktu dua hari lagi untuk melunasi
hutang-hutang saya. Tolong Bu” Pinta Bunda pada rentenir itu sambil bersujud.
“Saya sudah beri waktu kamu lebih dari satu minggu, tapi apa buktinya kamu tetap tidak bisa melunasi hutang-hutang kamu” Jawab rentenir itu.
“Loh ada apa ini?” Tanya seorang wanita.
“Dia tidak bisa melunasi hutang-hutangnya kepada saya, maka dari itu panti asuhan ini akan saya sita” Jawab renternir itu pada wanita tersebut.
“Berapa hutang ibu ini?” Tanya wanita tersebut.
“Sepuluh juta” Jawab renternir itu.
“Saya sudah beri waktu kamu lebih dari satu minggu, tapi apa buktinya kamu tetap tidak bisa melunasi hutang-hutang kamu” Jawab rentenir itu.
“Loh ada apa ini?” Tanya seorang wanita.
“Dia tidak bisa melunasi hutang-hutangnya kepada saya, maka dari itu panti asuhan ini akan saya sita” Jawab renternir itu pada wanita tersebut.
“Berapa hutang ibu ini?” Tanya wanita tersebut.
“Sepuluh juta” Jawab renternir itu.
Lalu wanita tersebut merogoh tasnya dan mengambil sebuah cek dan
memberikan cek itu pada renternir tersebut.
“Cukup?” Tanya wanita tersebut.
“Ya ini sudah cukup” Jawab renternir tersebut.
“Lepaskan mereka, ayo pergi” Suruh renternir itu pada kedua bodyguardnya.
“Terima kasih ya, Bu” Ucap Bunda.
“Ya sama-sama” Balas wanita tersebut.
“Maaf anda ini sebenarnya siapa ya?” Tanya Bunda pada wanita tersebut.
“Nama saya Diana Azzahra, saya yang dulu menaruh seorang bayi perempuan di depan panti asuhan Ibu” Jawab Wanita itu yang ternyata adalah Bu Diana, Ibu dari Nabila.
“Ya ini sudah cukup” Jawab renternir tersebut.
“Lepaskan mereka, ayo pergi” Suruh renternir itu pada kedua bodyguardnya.
“Terima kasih ya, Bu” Ucap Bunda.
“Ya sama-sama” Balas wanita tersebut.
“Maaf anda ini sebenarnya siapa ya?” Tanya Bunda pada wanita tersebut.
“Nama saya Diana Azzahra, saya yang dulu menaruh seorang bayi perempuan di depan panti asuhan Ibu” Jawab Wanita itu yang ternyata adalah Bu Diana, Ibu dari Nabila.
“Maaf Bu, saya tidak bisa menjaga Nabila dengan baik” Jawab Bunda yang
mulai menitihkan air matanya.
“Maksud Ibu apa?” Tanya Bu Diana.
“Nabila saat ini ada di rumah sakit, dua hari yang lalu dokter telah memvonis Nabila jika Nabila terkena tumor otak ganas” Balas Bunda.
“Apa?” Pekik Bu Diana.
“Bu, tolong antarkan saya ke Rumah Sakit tempat di mana Nabila di rawat” Pinta Bu Diana.
“Baik” Jawab Bunda.
“Maksud Ibu apa?” Tanya Bu Diana.
“Nabila saat ini ada di rumah sakit, dua hari yang lalu dokter telah memvonis Nabila jika Nabila terkena tumor otak ganas” Balas Bunda.
“Apa?” Pekik Bu Diana.
“Bu, tolong antarkan saya ke Rumah Sakit tempat di mana Nabila di rawat” Pinta Bu Diana.
“Baik” Jawab Bunda.
“Nabila” Teriak bu Diana saat sampai di ruangan tempat Anisa dirawat.
“Mamah?” Panggil Dena pada Bu Diana.
“Loh Dena, ngapain kamu di sini?” Tanya Bu Diana pada Dena.
“Harusnya Dena yang tanya sama Mamah, kenapa mamah ada di sini?” Tanya Dena balik.
“Jangan-jangan?” Tebak Dena.
“Iya, benar” Jawab Bu Diana yang seakan mengerti apa yang ada di pikiran Dena saat ini.
“Kenapa Mamah bohong sama Dena?” Tanya Dena.
“Mamah jahat!” Teriak Dena pada Bu Diana lalu pergi dari ruangan itu.
“Dena Mamah bisa jelasin” Teriak Bu Diana dan segera mengejar Dena.
“Mamah?” Panggil Dena pada Bu Diana.
“Loh Dena, ngapain kamu di sini?” Tanya Bu Diana pada Dena.
“Harusnya Dena yang tanya sama Mamah, kenapa mamah ada di sini?” Tanya Dena balik.
“Jangan-jangan?” Tebak Dena.
“Iya, benar” Jawab Bu Diana yang seakan mengerti apa yang ada di pikiran Dena saat ini.
“Kenapa Mamah bohong sama Dena?” Tanya Dena.
“Mamah jahat!” Teriak Dena pada Bu Diana lalu pergi dari ruangan itu.
“Dena Mamah bisa jelasin” Teriak Bu Diana dan segera mengejar Dena.
“Jadi dugaan Dena selama ini benar, bahwa Nabila adik Dena masih hidup.
Tapi, kenapa Mamah bohong sama Dena?” Tanya Dena dengan air mata yang mengalir
di pelupuk matanya.
“Mamah terpaksa melakukan semua itu” Jawab Bu Diana.
“Tapi kenapa Mamah bohong sama Dena? Kenapa Mamah bilang kalau adik Dena itu udah meninggal?” Tanya Dena lagi.
“Maafin Mamah Den. Mamah dan Papah mengatakan yang sebenarnya pasti kamu tidak akan setuju” Jawab Bu Diana.
“Mamah terpaksa melakukan semua itu” Jawab Bu Diana.
“Tapi kenapa Mamah bohong sama Dena? Kenapa Mamah bilang kalau adik Dena itu udah meninggal?” Tanya Dena lagi.
“Maafin Mamah Den. Mamah dan Papah mengatakan yang sebenarnya pasti kamu tidak akan setuju” Jawab Bu Diana.
“Mamah terlambat, umur Nabila sekarang tidak lama lagi, bahkan dokter
mengatakan bahwa Nabila tidak akan bertahan dalam waktu 3 hari” Ucap Dena
dengan air mata yang terus mengalir.
“Dokter itu bukan Tuhan. Yang menentukan hidup dan mati seseorang itu hanyalah Tuhan bukan Dokter” Balas Bu Diana dengan nada yang tinggi dan segera meninggalkan Dena di taman.
“Mah, Dena juga gak mau Nabila meninggal. Dena gak mau kehilangan Nabila, Dena gak mau kehilangan orang yang Dena sayang untuk kedua kalinya. Jika Dena tahu bahwa Nabila itu Adik Dena pasti Dena akan lebih bisa menjaga Nabila. Dena sayang sama Nabila, melebihi nyawa Dena sendiri. Tapi Dena juga gak bisa menyalahkan takdir” Ucap Dena seorang diri.
“Dokter itu bukan Tuhan. Yang menentukan hidup dan mati seseorang itu hanyalah Tuhan bukan Dokter” Balas Bu Diana dengan nada yang tinggi dan segera meninggalkan Dena di taman.
“Mah, Dena juga gak mau Nabila meninggal. Dena gak mau kehilangan Nabila, Dena gak mau kehilangan orang yang Dena sayang untuk kedua kalinya. Jika Dena tahu bahwa Nabila itu Adik Dena pasti Dena akan lebih bisa menjaga Nabila. Dena sayang sama Nabila, melebihi nyawa Dena sendiri. Tapi Dena juga gak bisa menyalahkan takdir” Ucap Dena seorang diri.
“Nabila bangun nak? Mamah mohon” Pinta Bu Diana yang kini berada di
ruangan tempat Nabila terbaring.
Tiba-tiba jari-jari Nabila bergerak dan dengan perlahan mata Nabila
terbuka. Bu Diana langsung memanggil dokter setelah tahu bahwa Nabila telah
siuman. Dokter pun memeriksa keadaan Nabila.
“Bagaimana dok?” Tanya Bu Diana.
“Nabila memang telah siuman, Namun tetap saja tak ada perubahan” Jawab Dokter tersebut.
“Tolong dok, berikan yang terbaik untuk anak saya” Pinta Bu Diana.
“Pasti, Bu. Kalau begitu saya pamit dulu” Pamit dokter tersebut.
“Terima kasih, Dok” Balas Bu Diana.
“Tan-te Di-ana” Panggil Nabila dengan suara yang terbata-bata.
“Nabila” Panggil Bu Diana sambil memegang erat tangan Anisa dan air mata ang membasahi pipinya.
“Nabila memang telah siuman, Namun tetap saja tak ada perubahan” Jawab Dokter tersebut.
“Tolong dok, berikan yang terbaik untuk anak saya” Pinta Bu Diana.
“Pasti, Bu. Kalau begitu saya pamit dulu” Pamit dokter tersebut.
“Terima kasih, Dok” Balas Bu Diana.
“Tan-te Di-ana” Panggil Nabila dengan suara yang terbata-bata.
“Nabila” Panggil Bu Diana sambil memegang erat tangan Anisa dan air mata ang membasahi pipinya.
“Tan-te ke-na-pa na-ngis dan ke-na-pa tan-te a-da di-si-ni?” Tanya Nabila
bertubi-tubi.
“Nabila, tante mau ngomong sesuatu sama kamu” Ucap Bu Diana.
“ma-u ngo-mong a-pa tan-te?” Tanya Nabila lagi.
“Sebenarnya tante ini adalah Ibu kandung kamu Nabila” Jawab Bu Diana.
“Tan-te I-bu kan-dung Na-bi-la?” Panggil Nabila.
“Iya sayang, tante Ibu kandung kamu. Maafkan Mamah nak” Jawab Bu Diana.
“Ma-mah gak u-sah min-ta ma-af sa-ma Na-Bila, Ma-mah gak sa-lah kok” Balas Nabila.
“Tapi jika Mamah tidak menaruh kamu di depan panti asuhan itu, kamu gak akan seperti ini” Kata Bu Diana menyalahkan dirinya sendiri.
“Nabila, tante mau ngomong sesuatu sama kamu” Ucap Bu Diana.
“ma-u ngo-mong a-pa tan-te?” Tanya Nabila lagi.
“Sebenarnya tante ini adalah Ibu kandung kamu Nabila” Jawab Bu Diana.
“Tan-te I-bu kan-dung Na-bi-la?” Panggil Nabila.
“Iya sayang, tante Ibu kandung kamu. Maafkan Mamah nak” Jawab Bu Diana.
“Ma-mah gak u-sah min-ta ma-af sa-ma Na-Bila, Ma-mah gak sa-lah kok” Balas Nabila.
“Tapi jika Mamah tidak menaruh kamu di depan panti asuhan itu, kamu gak akan seperti ini” Kata Bu Diana menyalahkan dirinya sendiri.
“Nabila!” Teriak Dena dan langsung memeluk Nabila yang terbaring lemah di
ranjangnya.
“Dena” Balas Nabila.
“Maafin Kakak Bil, Kakak gak bisa jagain kamu” Ucap Dena.
“I-ni bu kan salah kakak kok, i-ni cobaan da-ri Allah” Balas Nabila dengan senyuman.
“Bil, Kakak bangga punya adik plus sahabat kayak kamu” Puji Dena.
“Na-bila juga bang-ga punya kakak ka-yak kak Dena” Balas Nabila.
“Bunda ma-na?” Tanya Nabila.
“Bunda ba-gaimana dengan Pan-ti?” Tanya Nabila.
“Nabila kamu tidak usah mempikirkan tentang Panti, yang sekarang kamu harus pikirkan adalah kesehatan kamu” Jawab Bunda.
“Gak Bun, Na-bila udah gak ku-at. Na-bila ingin nyusul pa-pah” Ucap Nabila yang keadaannya semakin lemah.
“Kamu gak boleh ngomong kayak gitu” Balas Bunda.
“Dena” Balas Nabila.
“Maafin Kakak Bil, Kakak gak bisa jagain kamu” Ucap Dena.
“I-ni bu kan salah kakak kok, i-ni cobaan da-ri Allah” Balas Nabila dengan senyuman.
“Bil, Kakak bangga punya adik plus sahabat kayak kamu” Puji Dena.
“Na-bila juga bang-ga punya kakak ka-yak kak Dena” Balas Nabila.
“Bunda ma-na?” Tanya Nabila.
“Bunda ba-gaimana dengan Pan-ti?” Tanya Nabila.
“Nabila kamu tidak usah mempikirkan tentang Panti, yang sekarang kamu harus pikirkan adalah kesehatan kamu” Jawab Bunda.
“Gak Bun, Na-bila udah gak ku-at. Na-bila ingin nyusul pa-pah” Ucap Nabila yang keadaannya semakin lemah.
“Kamu gak boleh ngomong kayak gitu” Balas Bunda.
“Ma-mah… Dena… Bunda… terima ka-sih atas semua kasih sa-yang yang sudah
ka-lian berikan untuk Annisa. Kak Dena jaga Ma-mah baik-baik ya, jangan pernah
kamu menyaki-ti Mamah dan terima ka-sih karena kakak udah mengajar-kan aku
tentang Arti Sebuah Kasih Sayang. Bunda terima ka-sih atas semua yang sudah
bunda be-rikan untuk Nabila dan ma-af jika selama ini Nabila sudah me-repotkan
Bunda. Bun, sampaikan permo-honan maaf Nabila untuk adik-adik. Ma-mah jangan
menya-lahkan diri Mamah la-gi yah. Sebe-lum Nabila pergi Nabila ingin Mamah
menya-nyikan lagu nina bobo bu-at Na-bila. Ma-mah mau kan?” Kata Nabila
terbata-bata dengan air mata yang sudah tak terbendung lagi.
Bu Diana mengangguk.
Bu Diana mengangguk.
“Nina bobo ooh nina bobo kalau tidak bobo digigit nyamuk, nina bobo ooh
nina bobo kalau tidak bobo digigit nyamuk” Lantunan lagu yang dinyanyikan oleh
Bu Diana dengan air mata yang semakin deras membasahi pipinya.
“Se-lamat tinggal se-muanya, Nabila sa-yang ka-li-an” Pamit Nabila.
“Nabiilaaa!!!” Teriak mereka -Bu Diana, Dena dan Bunda.
“Se-lamat tinggal se-muanya, Nabila sa-yang ka-li-an” Pamit Nabila.
“Nabiilaaa!!!” Teriak mereka -Bu Diana, Dena dan Bunda.
“Nabila lo jahat, dulu lo bilang kalau lo gak mau gue kecewa tapi apa? lo
malah ngecewain gue dengan lo pergi dari hidup gue. Gue gak tahu apa yang harus
gue lakukan tanpa lo ada di samping gue. Gue sayang sama lo, Bil” Ucap Seorang
gadis pada gundukan tanah yang masih basah.
“Udahlah Dena, Nabila sudah tenang di sana” Bujuk seorang wanita pada gadis yang ia panggil Dena.
“Tapi mah” Jawab Dena.
“Den, kamu gak boleh seperti ini. Biarkan adikmu tenang di sana, lagi pula di sana sudah ada Papah yang akan menjaga Nabila” Bujuk wanita itu lagi.
“Pah, titip Nabila yah Pah.” Ucap Dena pada kuburan Papahnya.
“Gue janji, Bil. Gue akan jaga Mamah” Batin Dena yang kini telah memalingkan tubuhnya kembali di kuburan Nabila.
“Sudah sore, kita pulang, Nak” Kata Bu Diana.
“Nis, gue pulang dulu ya. Lo baik-baik ya di sana. Gue sayang sama lo” Ucap Nabila.
“Udahlah Dena, Nabila sudah tenang di sana” Bujuk seorang wanita pada gadis yang ia panggil Dena.
“Tapi mah” Jawab Dena.
“Den, kamu gak boleh seperti ini. Biarkan adikmu tenang di sana, lagi pula di sana sudah ada Papah yang akan menjaga Nabila” Bujuk wanita itu lagi.
“Pah, titip Nabila yah Pah.” Ucap Dena pada kuburan Papahnya.
“Gue janji, Bil. Gue akan jaga Mamah” Batin Dena yang kini telah memalingkan tubuhnya kembali di kuburan Nabila.
“Sudah sore, kita pulang, Nak” Kata Bu Diana.
“Nis, gue pulang dulu ya. Lo baik-baik ya di sana. Gue sayang sama lo” Ucap Nabila.
Dari kejauhan, terlihat seorang gadis dengan pakaian serba putih tersenyum
melihat semua orang yang disayanginya telah ikhlas melepaskan dirinya. “Aku
akan selalu ada di hati kalian” Ucap gadis tersebut dan lenyap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar